Syekh Nuruddin Ar-Raniry, Ulama Besar Asal India Mufti Kerajaan Aceh
Beliau merupakan ulama dan ilmuan yang sangat diperhitungkan pada masanya. Kehadiran Syekh Nuruddin memiliki arti yang signifikan dalam perjalanan keilmuan Islam di Aceh. Syekh Nuruddin Ar-Raniry pernah menjadi Syekhul Islam dan mufti bagi Kerajaan Aceh.
Walaupun beliau berasal dari Rander Gujarat India, namun mampu mendapat kepercayaan yang penuh dari salah satu Sultan Aceh.
Syekh Nuruddin Ar-Raniry mengawali karier intelektualnya belajar di Rander, kemudian beliau mengembara untuk menuntut ilmu di berbagai tempat. Beliau juga mengembara ke kampung moyangnya di Tarim Hadhramaut, karena ayah dari Syekh Nuruddin Ar-Raniry disebutkan berasal dari Yaman dan pindah dan menetap di India.
Sedangkan ibunya berasal dari melayu. Sebagaimana dimaklumi pada masa itu Gujarat India merupakan sebuah pelabuhan maju yang menjadi tempat berkumpulnya berbagai kebudayaan.
Setelah beberapa tahun berada di Tarim, menimba ilmu dari para ulama yang berada di Tarim. Syekh Nuruddin Ar-Raniry kemudian berangkat menuju Mekkah untuk memperdalam ilmunya kepada ulama Mekkah.
Disebutkan Tarim ataupun Yaman secara umum merupakan sentral ilmu pengetahuan selain Kota Suci Mekkah dan Madinah pada masa yang lalu. Setelah menjadi seorang alim besar, Syekh Nuruddin Ar-Raniry kemudian pulang kembali ke Rander India.
Sebagai sebuah tempat yang maju di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda selama 29 tahun (1607-1636), Aceh menjadi tempat yang menarik untuk dikunjungi oleh para ilmuan Islam mancanegara termasuk Syekh Nuruddin Ar-Raniry.
Pada kedatangan pertamanya ke Aceh, Syekh Nuruddin al-Raniry belum memiliki pengaruh yang besar, karena yang menjadi mufti Kerajaan Aceh saat itu adalah Syekh Samsuddin Pasai atau Syekh Samsuddin As-Sumatrani yang juga murid dari Syekh Hamzah Fansuri.
Syekh Hamzah Fansuri memiliki hubungan famili dengan Syekh Ali Al-Fansuri yang merupakan ayah dari Syekh Abdurrauf As-Singkili yang nantinya juga menjadi mufti Kerajaan Aceh pada masa Ratu Safiatuddin, anaknya Sultan Iskandar Muda. Setelah mangkatnya Sultan Iskandar Muda pada tahun 1636, selanjutnya Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Tsani, suami dari Ratu Safiatuddin.