Rakor Pembentukan Provinsi ALA di Medan, Seperti Perjuangan Barisan Pengecut!
Rapat koordinasi pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) yang digelar di Hotel Garuda Medan, Sumatera Utara, Minggu (11/10), dihadiri sejumlah bupati
Medan — Komite Pembentukan Provinsi Aceh Leuser Antara (ALA) melakukan rapat koordinasi yang digelar di Hotel Garuda Medan, Sumatera Utara, Minggu (11/10).
Rakor tersebut dihadiri sejumlah tokoh penggerak pembentukan Provinsi ALA, diantaranya Dr. Rahmat Salam (KP3 ALA Pusat), Armen Desky (mantan Bupati Aceh Tenggara), Muhammad Amru (Bupati Gayo Lues), Tgk Sarkawi (Bupati Bener Meriah) dan Fidaus SKM (Wakil Bupati Aceh Tengah).
Mereka membicarakan persiapan perjuangan percepatan pembentukan ALA, sebagai provinsi baru yang akan dimekarkan dari provinsi induknya, Aceh.
Namun, pertemuan dan rakor pembentukan Provinsi ALA yang selalu digelar di provinsi tetangga itu, menuai kritikan dari aktivis dan tokoh pemuda ALA karena terkesan pengecut dan masih menggunakan pola-pola lama.
Waladan Yoga, seorang Pemuda ALA menjelaskan pola perjuangan pembentukan Provinsi ALA yang terus mengulangi kesalahan yang sama dan terkesan berada dalam barisan pengecut dalam memperjuangkan Provinsi ALA ini.
“Saya pribadi sangat menyayangkan pertemuan harus digelar di Medan dan polanya sudah hampir bisa saya tebak dengan mengulangi kesalahan yang sama, ini tidak baik untuk memperjuangkan sebuah provinsi ALA. Kesannya kemudian kita berada dalam barisan pengecut,” kata Waladan Yoga, Minggu (11/10).
Menurut Waladan, sebenarnya pihaknya sangat bersepakat untuk memperjuangkan Provinsi ALA ini terwujud, tapi sekali lagi jangan membangun gerakan dengan gerakan eksklusif.
Ditambahkannya, kalau begini terus cara berjuangnya, maka tidak akan dapat mengimbangi gerakan politik yang dilakukan oleh Pemerintahan Aceh, di satu sisi gerakan harus dilakukan semasif mungkin, tapi di sisi lain pola gerakan terus melakukan kesalahan yang sama.
“Maka sebaiknya, pergerakan pembentukan provinsi ini harus disusun ulang, melibatkan banyak stakeholder dan merumuskan jalannya. Sebaiknya acara acara seperti bagusnya digelar di Banda Aceh misalnya,” ungkap Waladan.
Disampaikannya, kalau terus terusan setiap kegiatan ALA digelar di Kota Medan, nanti kesannya minta mekar dari Sumut dan kesannya sangat tidak baik sekali.
“Kita juga sayangkan konsolidasi pembentukan ALA yang digelar hari ini tidak sempurna,” jelasnya.
Meski demikian, lanjutnya, patut diapresiasi langkah langkah awal ini, dan untuk ke depan perlu evaluasi menyeluruh, seperti harus ada penyegaran KP3 ALA di beberapa Kabupaten/Kota agar pola perjuangan ini bisa berjalan selaras.
Pendapat yang sama juga disampaikan salah seorang aktivis di Takengon Aceh Tenfah, Maharadi. Ia merasa kecewa dengan sikap tokoh perjuangan Aceh Leuser Antara yang mengadakan rapat koordinasi di Medan.
Dikatakannya, rapat para tokoh perjuangan ALA di Medan, Sumatera Utara justru akan membentuk persepsi masyarakat, bahwa perjuangan ALA ini adalah perjuangan kelas elit dan eksklusif.
Maharadi mengakui sedikit pesimis tentang keberhasilan pembentukan ALA, kalau pola perjuangan masih dengan cara-cara lama dan strategi yang tidak diperbaharui untuk menutup kesalahan-kesalahan di perjuangan sebelumnya.
Seharusnya, para tokoh pergerakan ALA melibatkan seluruh elemen masyarakat.
Seperti diketahui, perjuangan pemekeran provinsi ALA dari masyarakat wilayah tengah Aceh kembali bergema beberapa hari belakangan ini. Tidak saja di media, namun gerakan-gerakan kampanye di lapangan juga terus bergelora. Pemasangan spanduk-spanduk dukungan provinsi ALA kian masif dan terlihat di beberapa kabupaten.
“Kalau polanya masih pola lama, dan gaya-gaya perjuangan lama, saya kira sulit mencapai keberhasilan.
Rapat ya libatkan seluruh elemen masyarakat. Dilaksanakan di Banda Aceh, sebagai pusat administrasi provinsi Aceh. Namun ini kok malah rapatnya ke Medan, Sumatera Utara, apalagi saat ini kondisi pandemi covid-19 yang cukup mengkhawatirkan,” sebut aktivis ini.
Seharusnya, tambah Maharadi, perlu kiranya melakukan pembaharuan dalam strategi perjuangan. Harus membangun gerakan dari kalangan masyarakat. Kemudian melakukan analisa mendalam. Menyiapkan keperluan administrasi, agar kemudian perjuangan ini tidak berakhir dengan kegagalan lagi.
Maharadi menilai, para bupati dan pimpinan tokoh perjuangan pembentukan ALA yang mengadakan rapat di kota Medan, justru membentuk pemikiran di masyarakat bahwa perjuangan ALA ini hanya untuk menutupi kegagalan-kegagalan para pemimpin tersebut selama ini.
Menutupi kegagalan dalam melaksanakan pembangunan dan pelaksanaan tugasnya di kabupaten mereka masing-masing.
“Ini kan kalau kita mau jujur. Jangan-jangan para bupati itu memainkan isu ALA hanya untuk menutupi kegagalan-kegagalan mereka dalam memimpin daerahnya,” pungkas Maharadi. (IA)