Aliansi BEM UI Tuding Polda Metro Lakukan Kriminalisasi Terhadap Massa May Day 2025
Infoaceh.net — Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Universitas Indonesia (UI) mengecam keras penetapan 14 orang sebagai tersangka dalam aksi May Day 2025 yang berlangsung di depan Gedung DPR, Jakarta. Mereka menilai tindakan Polda Metro Jaya merupakan kriminalisasi terang-terangan terhadap hak konstitusional warga negara.
Dalam pernyataan sikap yang diunggah di Instagram resmi mereka, Rabu (4/6), Aliansi BEM UI menegaskan bahwa aksi unjuk rasa merupakan bagian dari hak yang dijamin oleh Pasal 28E UUD 1945 dan UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
“Tiga dari 14 tersangka tersebut adalah mahasiswa UI, yakni Gregah Seira Ilmi dari FEB, Cho Yong Gi (Kevin), dan Afif dari FIB,” tegas Aliansi BEM.
Mereka mengutuk keras tindakan represif dan penetapan status tersangka yang dinilai sebagai bentuk kesewenang-wenangan aparat kepolisian. Aliansi BEM UI menegaskan kasus ini bukan peristiwa luar biasa, melainkan bagian dari pola represif yang terus berlangsung.
Aliansi BEM menuntut kepolisian untuk segera mencabut status tersangka dan menghentikan proses penyidikan terhadap 14 orang tersebut.
“Kami mendesak kepolisian memberikan pembebasan tanpa syarat serta menghentikan kriminalisasi terhadap peserta aksi dan seluruh gerakan rakyat,” tegas mereka.
Selain itu, Aliansi BEM menuntut aparat yang melakukan kekerasan fisik, intimidasi, dan pelanggaran HAM selama pengamanan aksi diusut tuntas dan diberi sanksi tegas.
“Mendesak Kapolri mengevaluasi prosedur dan pelaksanaan pengamanan demonstrasi agar menghormati hak asasi dan kebebasan sipil,” tambah mereka.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan bahwa 14 tersangka terdiri dari dua kelompok: peserta aksi dan tim paralegal serta medis.
“Ada 10 pengunjuk rasa dan 4 orang tim paralegal dan medis,” kata Ade Ary, Selasa (3/6).
Menurut Ade, penetapan tersangka didasarkan pada pelanggaran Pasal 216 dan 218 KUHP, yakni tidak menuruti perintah atau sengaja tidak segera pergi setelah diperintahkan tiga kali oleh penguasa yang berwenang.