Ketua Pansus Oncology DPRA, M. Rizal Falevi Kirani
Banda Aceh – Pembangunan proyek Gedung Oncology (pusat pelayanan kanker terpadu) di komplek Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh yang bernilai ratusan miliar masih menyisakan masalah.
Rekanan pemenang tender yang ditetapkan dalam proyek tersebut beberapa waktu lalu adalah KSO APG-AS (PT Adhi Persada Gedung dan PT Andesmont Sakti) dan telah dimulai pekerjaan proyek di lapangan.
Namun pada proses pelelangan dinilai tidak wajar dan pemenang tender yang ditetapkan tersebut dinilai tidak memenuhi syarat administrasi.
Terhadap ketidakwajaran tersebut, Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah melayangkan surat resmi untuk meminta data-data dimaksud kepada Pemerintah Aceh baru-baru ini. Termasuk dokumen pelelangan, dan Detail Engeneering Design (DED) bangunan Oncology RSUDZA Banda Aceh.
Namun, menurut penuturan Ketua Pansus Oncology DPRA, M. Rizal Falevi Kirani, Pemerintah Aceh justru tidak kooperatif untuk memberikan data tentang proses pelelangan proyek Oncology RSUDZA.
“Pemerintah Aceh memang kami nilai tidak koperatif. Kita dari Pansus DPRA sudah kirimkan surat seminggu lebih untuk minta data tentang proyek oncology. Tapi data yang kita minta tidak diberikan juga. Meski demikian, kita juga punya data,” ujar M. Rizal Falevi, Sabtu (17/10).
Karenanya, pihaknya juga segera melakukan pemanggilan terhadap Unit Layanan Pengadaan (ULP) Biro Pengadaan Barang dan Jasa Setda Aceh, Inspektorat Aceh, Direktur RSUDZA Banda Aceh, dan pihak Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Kemudian beberapa orang ahli di bidang yang bersangkutan dan peserta pemenang tender proyek gedung Oncology RSUDZA.
Ia juga menyampaikan tim pansus akan tetap memanggil peserta yang menang, walaupun diprediksi perusahaan yang menang tidak akan hadir.
Sebelumnya, Pansus DPRA juga telah memanggil 12 orang rekanan atau perusahaan yang kalah saat mengikuti proses tender proyek oncology tersebut dilakukan. Termasuk salah satunya PT. MAM Energindo, sehingga didapatkan informasi dan data-data ketidakwajaran saat proses tender itu.
Menurut penjelasan rekanan yang kalah tender, saat penawaran ada beberapa perusahaan yang dinyatakan tidak memenuhi syarat administrasi. Sedangkan pada pengumuman administrasi justru beberapa perusahaan itu memenuhi syarat.
Selain itu, pihak ULP Pemerintah Aceh tidak pernah membuka harga penawaran ke publik, termasuk masa sanggahan. Sehingga proses pelelangan tidak wajar.
“Ada perusahaan awal lulus administrasi, tapi tetap digugurkan dengan alasan tidak cukup syarat administrasinya. Padahal di pengumuman awal mereka lewat.
Lalu soal harga penawaran yang membuat perusahaan-perusahaan itu kalah tender, juga tidak mungkin. Karena harganya itu tidak pernah dibuka ke publik atau ke perusahaan-perusahaan lain,” ungkapnya seraya menambahkan, ada juga pencairan uang muka proyek, sementara proses tender belum selesai.
Dijelaskan Falevi, setelah Pansus DPRA memanggil semua pihak itu, maka akan berkonsultasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), untuk kemudian tim pansus mengambil sikap.
Setelah itu baru diambil sikap dan membawa persoalan tersebut ke tingkat pambahasan di Badan Musyawarah (Banmus) DPRA sebelum diparipurnakan.
“Setelah terkumpulkan data lengkap dari semua pihak yang kami panggil, baru nanti kami merekomendasikan ke paripurna dewan. Batas waktu yang diberikan tiga bulan, terhitung mulai akhir Agustus,” sebut politisi Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini.
Falevi Kirani yang juga Ketua Komisi V DPR Aceh yang membidangi kesehatan ini menargetkan awal November 2020 pansus oncology sudah selesai. (IA)