Evita Nursanty Desak Bahlil Evaluasi Total Tambang Nikel di Raja Ampat: Jangan Korbankan Masa Depan Pariwisata
Infoaceh.net – Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Evita Nursanty mendesak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk mengevaluasi seluruh izin pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, tanpa pandang bulu. Ia menegaskan tidak boleh ada perlakuan tebang pilih, mengingat dampak serius yang ditimbulkan terhadap masa depan pariwisata dan ekosistem wilayah tersebut.
Evita mempertanyakan mengapa Kementerian ESDM hanya menindak PT Gag Nikel, sementara perusahaan lain yang juga disebut melakukan pelanggaran oleh Kementerian Lingkungan Hidup, belum disentuh. Ia mengingatkan bahwa Raja Ampat merupakan kawasan strategis yang harus dijaga kelestariannya karena menyangkut konservasi geologi, budaya, dan kelautan Indonesia.
“Raja Ampat ini adalah masa depan pariwisata dan konservasi kita. Jangan dikorbankan hanya demi segelintir perusahaan tambang nikel,” tegasnya dalam keterangan resmi, Senin (9/6/2025).
Ia menyebut keberadaan tambang di pulau-pulau kecil seperti Pulau Kawe, Manuran, Batangpele dan Pulau Gag sudah jelas melanggar UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pulau-pulau tersebut juga berada di kawasan Geopark Raja Ampat dan masuk dalam Rencana Induk Destinasi Pariwisata Nasional (RIDPN) Raja Ampat 2024–2044 yang telah ditetapkan lewat Perpres Nomor 87 Tahun 2024.
Evita menekankan, keberadaan tambang sangat bertolak belakang dengan semangat pembangunan pariwisata berkelanjutan yang diusung pemerintah pusat. Ia menyebut hal ini harus dibongkar agar tidak menjadi bentuk pembohongan publik, apalagi jika masyarakat lokal tidak pernah diajak bicara sejak awal.
“Masa demi 3–4 perusahaan tambang nikel, kepentingan besar kita korbankan? Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar politisi PDI Perjuangan itu.
Komisi VII DPR bersama Evita telah melakukan pertemuan dengan Gubernur Papua Barat Daya, para bupati, termasuk Bupati Raja Ampat, serta masyarakat, guna menyerap aspirasi soal masa depan daerah yang dinilai diabaikan dalam proses pemberian izin tambang.
Ia mengungkap banyak kepala daerah merasa hanya dijadikan penonton. Perusahaan tambang dinilai tidak pernah berkomunikasi dengan daerah dan tidak melibatkan Pemda dalam perencanaan, sehingga menimbulkan isu hukum, lingkungan, hingga potensi konflik sosial karena minimnya partisipasi publik.
Evita mendorong revisi regulasi teknis agar pemerintah daerah dilibatkan sejak awal, termasuk dalam evaluasi izin tambang. Ia juga menekankan perlunya mekanisme konsultasi publik yang lebih kuat agar suara masyarakat tidak diabaikan dalam proyek-proyek besar yang menyentuh ruang hidup mereka.