Ternyata Pemerintah Aceh Belum Tindaklanjuti Fatwa Haram Game PUBG
Sudah Setahun Lebih Keluar Fatwa MPU, Hingga Kini Belum Ada Perangkat Hukum Untuk Cambuk Pemain Game PUBG
Banda Aceh — Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh pada 19 Juni 2019 telah mengeluarkan fatwa
hukum bermain game Player Unknown’s Battlegrounds (PUBG) dan sejenisnya adalah haram.
Salah satu penegasan dalam fatwa tersebut adalah pemain game PUBG bisa dihukum cambuk. Namun, hingga setahun lebih, hal itu belum terealisasi karena belum ada perangkat hukumnya, akibat Pemerintah Aceh belum juga menindaklanjutinya melalui SKPA terkait.
Menurut penuturan Wakil Ketua MPU Aceh, Tgk H Faisal Ali setiap pemain game daring PUBG dan sejenisnya bisa dihukum cambuk di muka umum.
Namun, hukuman cambuk tersebut harus mempunyai perangkat hukum yang jelas. Karena itu, Pemerintah Aceh harus menindaklanjuti terlebih dahulu fatwa haram PUBG yang dikeluarkan oleh MPU Aceh pada Juni 2019 silam.
“Terkait dengan cambuk, harus ada keputusan, masalah wacana boleh-boleh saja, tetapi dia kan harus ada perangkat hukum,” kata Lem Faisal, sapaan akrab Tgk Faisal Ali seperti disiarkan Tagar, Sabtu, pekan lalu.
Lem Faisal menyampaikan, game PUBG adalah salah satu game yang mengandung unsur kekerasan atau peperangan. Karena itu, MPU Aceh mengeluarkan fatwa haram terhadap game tersebut, karena sudah meresahkan.
Bukan hanya cambuk, Lem Faisal bahkan mendukung sanksi apapun yang diterapkan kepada pemain PUBG, dengan catatan sanksi tersebut membuat pemain jera dan tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama.
“Apapun cerita kalau itu untuk menghentikan apapun kita dukung, selama sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kalau bisa itu dilakukan bahwa dimasukkan kepada cambuk misalnya, itu tidak masalah. Yang penting bagaimana itu bisa menghentikan dan menyadarkan masyarakat kita,” ujarnya.
Apapun cerita kalau itu untuk menghentikan apapun kita dukung.
Lem Faisal juga menyambut baik pernyataan Ketua MPU Aceh Barat Abdurrani Adian terkait wacana hukuman cambuk terhadap pemain PUBG. Menurutnya, wacana tersebut harus ditindaklanjuti oleh Pemerintah Aceh, khususnya penegak hukum.
“Artinya harus ada payung hukum dulu, sehingga kalau pun memang dicambuk tidak ada masalah, yang penting sudah ada payung hukumnya,” sebut Lem Faisal.
“MPU Aceh mendukung segala sesuatu bentuk tindakan, untuk menghentikan game PUBG, kadang-kadang ada solusi lain. Tetapi salah satu yang diusulkan (soal cambuk) itu bagus,” terang Lem Faisal menambahkan.
Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh sebelumnya telah mengeluarkan fatwa haram memainkan permainan PUBG dan sejenisnya pada 2019 silam.
Sebelum disahkan, fatwa haram bermain PUBG dan permainan perang sejenisnya sudah dibahas cukup matang menurut fiqih Islam, informasi teknologi, dan psikologi.
Alasan yang mendasar pengharaman game tersebut berdasarkan empat hal, yakni game itu mengandung unsur kekerasan dan kebrutalan, berpotensi memengaruhi perubahan perilaku penggunanya menjadi negatif, berpotensi menimbulkan perilaku agresif, dan kecanduan pada level berbahaya, hingga mengandung unsur penghinaan terhadap simbol-simbol Islam.
“Kami sudah melakukan kajian mendalam menurut fikih Islam, informasi teknologi, dan psikologi. Semua sepakat bahwa game ini dapat bermuara pada kriminalitas, krisis moral dan psikologi, serta sangat meresahkan masyarakat. Jadi, MPU Aceh menetapkan game PUBG dan sejenisnya haram,” jelasnya.
Untuk diketahui, PUBG merupakan game peperangan bergenre first person shooter (FPS) yang membuat penggunanya bisa bermain dengan sudut pandang orang pertama.
Salah satu kenikmatan bermain yang bisa diperoleh pengguna game ini adalah pemain dapat merasakan sensasi yang dialami oleh karakter utama yang ia mainkan dalam game. Tak hanya lewat video game atau personal computer, game berjenis itu juga bisa dinikmati para pengguna Android. (IA)