Guru yang Tak Pernah Marah Itu Kini Pimpin Badan Wakaf Aceh: Kisah Fauzi Saleh dari Balik Papan Tulis RIAB
Oleh: Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary Lc
Infoaceh.net – Dua Puluh dua tahun lalu, tepatnya pada 2003, di sebuah kelas Madrasah Aliyah Ruhul Islam Anak Bangsa (RIAB), kami duduk menanti seorang ustadz muda yang akan mengajar mata pelajaran Fahmun Nushus atau ‘Memahami Teks’.
Dari kejauhan, hadir sosok bersahaja dengan kharisma tenang dan kemampuan bahasa Arab yang fasih.
Tulisan khat-nya elok, metode ajarnya hidup. Beliaulah Ustadz Fauzi Saleh, nama yang kemudian melekat dalam perjalanan intelektual kami sebagai santri RIAB.
Sejak pertemuan pertama, saya pribadi rutin menyapa beliau dengan bahasa Arab saya yang kala itu masih tergagap. Namun tak sekali pun beliau marah atau menunjukkan kejengkelan.
Selalu ramah, tersenyum, dan sabar membimbing. Ustadz Fauzi bukan sekadar pengajar, beliau adalah inspirasi. Ia menyusun sendiri buku panduan Fahmun Nushus, penuh cerita menarik dalam bahasa Arab, yang menjadikan jam pelajarannya paling ditunggu oleh seluruh kelas.
Tak hanya mengajar, beliau juga menjadi tempat bertanya arah masa depan. Saya dan teman-teman yang hendak melanjutkan kuliah selepas RIAB kerap meminta pendapatnya.
Bahkan saya pernah mendatangi beliau khusus ke Asrama Mahasiswa Pascasarjana UIN Ar-Raniry, tempat beliau tinggal saat menyelesaikan studi doktoralnya, untuk sekadar meminta saran kampus tujuan.
Pendidikan beliau tidak main-main. Sebelum meraih gelar doktor di UIN Ar-Raniry, beliau menempuh S2 di Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta, serta sempat menimba ilmu di LIPIA Jakarta dan Sekolah Tinggi Azziyadah.
Untuk urusan bahasa Arab dan Inggris, cukup disebut bahwa beliau adalah alumni Pondok Modern Darussalam Gontor—sebuah lembaga yang dikenal sebagai kawah candradimuka bagi para ahli bahasa dan ulama masa kini.
Beliau berasal dari Lamno, Aceh Jaya, daerah pelosok yang tak banyak dikenal orang. Namun dari sanalah lahir sosok yang ulet dalam menuntut ilmu, hingga menapaki jenjang tertinggi akademik: doktor pada 2009.
Ustadz Fauzi juga tercatat pernah berguru kepada Waled Marzuki—pendiri Dayah Mudi Mekar Al-Aziziyah Bekasi—yang merupakan murid langsung dari Abon Samalanga. Dengan demikian, silsilah keilmuan beliau bersambung dengan para ulama besar Aceh.
Ketika saya kembali berjumpa beliau di ruang kuliah Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Ustadz Fauzi masih seperti dulu: rendah hati dan penuh semangat dalam mengajar.
Ia dikenal sangat lihai dalam menerjemahkan teks-teks Arab. Beberapa kitab telah diterjemahkannya dan dicetak di Jakarta. Kepakarannya dalam ilmu tafsir juga menjadikannya rujukan banyak masjid di Banda Aceh.
Hampir semua kajian beliau diisi dengan tafsir Al-Qur’an secara mendalam, menjadikannya sebagai ulama muda yang tak hanya intelektual, tapi juga spiritual.
Kini, kami sebagai santri turut bangga. Beberapa hari lalu, Dr. Teungku Fauzi Saleh Lamno resmi dianugerahi gelar akademik tertinggi: Professor.
Di tengah suasana pandemi dan hiruk-pikuk negeri ini, hadir kabar gembira dari dunia akademik Aceh. Sosok sederhana dari Lamno kini bergelar Guru Besar.
Ini bukan hanya pencapaian pribadi, tapi juga kemenangan dunia pendidikan Aceh. Kami bersyukur, pernah duduk di bangku kelas RIAB mendengar beliau mengajar, meneladani ketekunan dan akhlaknya, serta menyerap semangat belajar yang beliau tanamkan.
Selamat kepada guru kami, Prof. Dr. Ustadz Fauzi Saleh Lamno. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan kesehatan, keberkahan, dan kekuatan agar terus mendidik generasi penerus dengan ilmu yang bermanfaat. Terima kasih atas ilmunya, atas senyumnya, dan atas teladannya yang tak lekang waktu. Baarakallahu fikum.
- alumni gontor
- alumni gontor aceh
- fauzi saleh
- guru besar uin ar-raniry
- perjalanan akademik ustadz fauzi saleh
- Prof Fauzi Saleh
- profesor dari lamno
- profesor fauzi saleh
- riab banda aceh
- tafsir al-qur’an
- tokoh pendidikan aceh
- tokoh pendidikan islam aceh
- Ulama Muda Aceh
- ulama muda dari lamno
- Ustadz Aceh
- ustadz fauzi saleh riab
- utama