Pernyataan KASAD Maruli Simanjuntak Soal Tanah Blang Padang Dinilai Panaskan Situasi Aceh
Banda Aceh, Infoaceh.net — Pernyataan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) Jenderal TNI Maruli Simanjuntak dalam menyikapi kisruh tanah wakaf Blang Padang menuai kritik keras dari kalangan ulama dan intelektual Muslim Aceh.
Ucapan Maruli dianggap tidak sensitif dan justru menyiram bensin ke dalam bara konflik yang sedang menyala.
Peneliti Sejarah Aceh, Dr Hilmy Bakar Almascaty, menilai pernyataan KASAD sebagai bentuk intervensi yang keliru terhadap isu fikih yang sepenuhnya berada dalam ranah keagamaan Islam.
“Pernyataan ngawur Maruli bak menyiram bensin ke api yang tengah membara,” ungkap Hilmy dalam keterangannya, Sabtu (5/7).
Hal senada juga disampaikan Ustadz Sambo, guru ngaji Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat menempuh pendidikan di Yordania.
Menurutnya, pihak Istana dan jajaran TNI harus berhati-hati dan arif dalam menangani konflik terkait wakaf Sultan Aceh di Blang Padang.
“Dengan gaya angkuh dan sok tahu, Maruli justru masuk ke ranah yang bukan nomenklaturnya. Wakaf adalah masalah fikih Islam, dan Aceh memiliki kekhususan dengan penerapan syariat Islam,” tegas Ustadz Sambo dari Bogor.
Dr. Al Chaidar, pengamat politik dan akademisi yang kini berafiliasi dengan Universitas Leiden, juga mengkritik keras pernyataan Maruli.
“Meski dia atasan langsung Pangdam IM, secara moral dan spiritual, Maruli tidak pantas mencampuri urusan yang tidak ia pahami,” katanya.
Pernyataan KASAD dinilai merendahkan para ulama dan cendekiawan Muslim Aceh yang selama ini telah menyampaikan bahwa konflik Blang Padang bukan sekadar masalah administrasi, melainkan persoalan wakaf yang sakral.
“Penyelesaian satu-satunya hanya satu: kembalikan tanah wakaf Sultan Blang Padang kepada nazirnya, seperti yang juga disarankan oleh Menteri Agama Prof. Nasaruddin Umar,” tambah Hilmy.
Sebagai penutup, Hilmy mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mengambil langkah tegas dan mengembalikan hak wakaf umat Islam Aceh.
Ia mengingatkan bahwa konflik serupa tengah membara di Papua, Maluku, hingga Banten.
“Apakah Presiden harus menunggu rakyat Aceh kembali bangkit dengan perlawanan semesta seperti masa lalu, baru mau bertindak?” tutupnya.