Rumoh Geudong, Sejarah Kekejaman DOM yang Dihilangkan
Oleh: Muhammad Saman
Di balik bangunan sederhana yang pernah berdiri di Desa Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, tersembunyi kisah kelam yang belum tuntas dalam sejarah konflik Aceh.
Rumoh Geudong, yang dulunya menjadi simbol kekuasaan dan kekejaman, merupakan tempat penyiksaan yang digunakan oleh aparat militer Indonesia terhadap masyarakat sipil selama masa konflik Aceh.
Bangunan Rumoh Geudong yang berfungsi sebagai Pos Satuan Taktis (Sattis) Militer Indonesia dibakar massa yang marah pada 21 Agustus 1998.
Api menghanguskan rumah panggung berkontruksi kayu tersebut, menyisakan tembok di bagian belakang dan tangga beton, sesaat setelah Tim Pencari Fakta dari Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) yang dipimpin Baharuddin Lopa datang ke lokasi setelah tentara ditarik dari Rumoh Geudong.
Tim Pencari Fakta itu dibentuk saat BJ Habibie menjadi Presiden Indonesia, bertujuan membongkar kekerasan dan pelanggaran HAM saat Aceh berstatus Daerah Operasi Militer (DOM) di Aceh, tahun 1989-1998. DOM dicabut pada 7 Agustus 1998 saat era reformasi.
Rumah tradisional Aceh itu telah dirubuhkan pada tahun 2000, seiring dengan gelombang tuntutan reformasi dan perdamaian.
Namun hingga kini, memori kolektif masyarakat Aceh masih menyimpan luka mendalam atas peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di tempat tersebut.
Simbol Kekerasan Negara
Rumoh Geudong dikenal sebagai pos Sattis militer tak resmi yang difungsikan oleh aparat keamanan saat penerapan status DOM di Aceh (1989–1998).
Sejumlah korban yang selamat mengaku disiksa secara brutal, mengalami pemerkosaan, hingga hilangnya anggota keluarga tanpa kejelasan.
Lembaga seperti Komnas HAM telah melakukan penyelidikan awal dan menyatakan bahwa tempat ini termasuk dalam salah satu situs pelanggaran HAM berat yang harus diusut.
Namun hingga kini, belum ada proses hukum tuntas yang mampu menghadirkan keadilan bagi para korban dan keluarganya.
Penghancuran fisik bangunan Rumoh Geudong dinilai oleh sebagian kalangan sebagai bentuk upaya sistematis menghilangkan bukti sejarah kekejaman negara.