Infoaceh.net – Indonesia menyepakati pembelian energi asal Amerika Serikat (AS) senilai 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp243,9 triliun sebagai bagian dari kesepakatan dagang terbaru antara Jakarta dan Washington.
Hal ini diumumkan langsung oleh Presiden AS Donald Trump dari Gedung Putih pada Selasa, 15 Juli 2025 waktu setempat.
Dalam pernyataan resminya, Trump menyampaikan bahwa Indonesia akan menerima pemangkasan tarif impor dari 32 persen menjadi 19 persen, sementara ekspor produk AS ke Indonesia akan dibebaskan dari bea masuk.
“Mereka membayar 19 persen dan kami tidak membayar apa pun. Kami akan memiliki akses penuh ke Indonesia,” ujar Trump kepada wartawan, dikutip AFP, Rabu, 16 Juli 2025.
Sebagai bagian dari perjanjian tersebut, Trump merinci bahwa Indonesia berkomitmen membeli 50 unit pesawat Boeing—termasuk seri Boeing 777—serta produk pertanian AS senilai 4,5 miliar dolar AS.
“Indonesia telah berkomitmen membeli Energi AS senilai 15 miliar dolar, Produk Pertanian Amerika 4,5 miliar dolar, dan 50 Jet Boeing,” ujarnya.
Trump mengklaim bahwa kesepakatan ini dicapai setelah komunikasi langsung antara dirinya dan Presiden RI Prabowo Subianto.
Bahkan, sebelumnya, Trump telah mengirimkan surat resmi kepada Prabowo pada 7 Juli 2025, yang menginformasikan rencana pengenaan tarif impor sebesar 32 persen bagi produk dari Indonesia.
Surat tersebut juga menyebut pentingnya kerja sama ekonomi antara kedua negara dan membuka ruang negosiasi. Pemerintah Prabowo merespons dengan menjanjikan peningkatan pembelian dan investasi ke Amerika Serikat dengan nilai total mencapai 34 miliar dolar AS atau sekitar Rp551 triliun.
Sebagai perbandingan, Trump juga menyebut bahwa tarif untuk Vietnam kini dikenakan sebesar 20 persen, namun barang dari negara lain yang masuk lewat Vietnam tetap terkena tarif tambahan sebesar 40 persen.
Kesepakatan ini menandai babak baru dalam hubungan dagang Indonesia-AS di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Donald Trump, yang sama-sama dikenal mengutamakan strategi dagang berorientasi transaksi langsung.
Namun di dalam negeri, kebijakan ini diperkirakan akan memicu perdebatan, terutama terkait besarnya nilai komitmen belanja negara ke luar negeri dan dampaknya terhadap industri energi serta pertanian dalam negeri.