Gus Baha Ingatkan Kemenag Hati-Hati Menafsirkan Al-Qur’an: Jangan Andalkan AI, Harus Otentik dan Komprehensif
Infoaceh.net – Pengasuh Pondok Pesantren Lembaga Pembinaan, Pendidikan, dan Pengembangan Ilmu Al-Qur’an (LP3IA), KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha, mengingatkan Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) Kementerian Agama RI untuk berhati-hati dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Pesan tersebut disampaikan Gus Baha saat audiensi dengan Menteri Agama RI Nasaruddin Umar bersama tim Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an di Jakarta, yang tengah mempersiapkan penyempurnaan tafsir dan mushaf terbitan Kemenag.
Dalam tim penyempurnaan yang diketuai Darwis Huda tersebut, Gus Baha juga tercatat sebagai salah satu anggotanya.
“Pesan saya kepada tim penyempurnaan tafsir Kemenag RI, karena ini mewakili negara, tentu harus sangat hati-hati,” ujar Gus Baha seperti dikutip dari kanal YouTube officiallp3ia, Selasa (15/7/2025).
Menurut ulama asal Rembang ini, kehati-hatian diperlukan karena masyarakat Indonesia merujuk berbagai tafsir Al-Qur’an, baik dari ulama lokal seperti Buya Hamka, Prof Quraish Shihab, dan KH Bisri Mustofa, maupun tafsir yang diterbitkan Kementerian Agama.
“Karena banyaknya perbedaan penafsiran, publik sering memilih tafsir Kemenag karena dianggap netral dan mewakili semua golongan,” jelasnya.
Gus Baha menekankan pentingnya menjaga validitas data, keotentikan naskah, dan pendekatan komprehensif dalam penyusunan tafsir negara.
“Tim harus benar-benar menjaga validitas, keotentikan, dan pendekatan yang menyeluruh, melihat dari banyak sisi,” tegas Rais Syuriyah PBNU tersebut.
Ia juga meminta agar ayat-ayat yang mengandung hukum fiqih diperhatikan secara khusus, karena salah penafsiran bisa menyebabkan kesalahan dalam ibadah dan tatanan sosial.
“Ayat-ayat tentang fiqih harus dijelaskan dengan sangat teliti agar tidak menimbulkan salah paham di masyarakat,” imbuhnya.
Menteri Agama Nasaruddin Umar sendiri berharap penyempurnaan tafsir Kemenag bisa menjadi sumber informasi dan konfirmasi yang terpercaya bagi umat Islam. Ia juga mengingatkan agar penyusunan tafsir tidak bergantung pada kecerdasan buatan seperti Artificial Intelligence (AI).
“Proses penyusunan tafsir tidak boleh hanya mengandalkan AI. Yang terpenting adalah kejujuran akademik dan ketulusan hati,” pungkas Gus Baha.