Pemerintah Acuhkan Pelestarian Hutan, Cukup Bagi Indomie Usai Bencana
Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur
Banda Aceh — Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh menanggapi terkait bencana banjir bandang yang melanda wilayah Desa Paya Tumpi Kecamatan Kebayakan dan Desa Daling Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, Rabu, 13 Mei 2020.
Walhi menilai, kejadian itu merupakan buah dari ketidakpedulian Pemerintah Aceh dan mengacuhkan pelestarian hutan dan lahan.
Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur, mengatakan Walhi bersama organisasi masyarakat sipil sudah sering mengingatkan Pemerintah Aceh, pengusaha dan publik untuk memperhatikan pelestarian dan pemanfaatan hutan dan lahan sesuai daya dukung dan daya tampung.
Namun, perambahan hutan secara massif masih terus terjadi tanpa henti sampai saat ini, belum lagi berbagai proyek pembangunan sering kali mengubah fungsi hutan tanpa memperhatikan musim hujan dengan curah hujan yang tinggi.
“Kita semua seperti tidak belajar sama sekali dalam berbagai bentuk bencana yang melanda berbagai kabupaten/kota di Aceh,” kata Muhammad Nur dalam keterangannya, Kamis (14/5).
Walhi Aceh memprediksi bencana alam Aceh tidak akan berakhir tiap bulan/tahun jika kesalahan pengelolaan dan pelestarian hutan dan lahan tidak ada perbaikan, begitu juga komitmen pemerintah untuk mempertahankan hutan dan lahan mesti menjadi agenda utama jika tidak ingin Aceh mengalami kerugian bencana tiap tahun.
Dari berbagai kajian yang dikeluarkan oleh berbagai organisasi dan badan publik lainnya, kata M. Nur, wilayah tengah Aceh merupakan wilayah rawan bencana longsor dan banjir bandang, tetapi dalam praktek di lapangan sering juga membuka ruas jalan baru yang justru mempercepat bencana.
Walhi juga mempertanyakan dana Rp17 triliun tiap tahun yang dikelola Pemerintah Aceh, berapa persen dipakai untuk menghadapi bencana dan mitigasinya.
“Kami menduga dana sebesar itu hanya dipakai untuk operasional badan-badan publik, berapa besar komitmen para pihak strategis mempertahankan tutupan hutan dari kehancuran setiap tahun,” sebutnya.
Catatan Walhi Aceh, deforestasi hutan tiap tahun rata-rata mencapai 16.000 hektare dengan rincian hasil illegal logging, membuka kebun, membuka ruas jalan, dan kegiatan pertambangan secara illegal maupun legal, belum lagi perusakan bantaran sungai yang cukup tinggi di sepanjang sungai, sehingga sungai kehilangan fungsinya dengan baik ketika musim hujan.