Haji Mabrur, Terlihat dalam Kehidupan Setelah Pulang
Oleh: Imam Shamsi Ali*
Hari-hari ini jamaah haji non resident (selain yang memang tinggal di Saudi) bersiap-siap untuk kembali ke negara asal masing-masing. Seluruh rangkaian ibadah haji telah selesai. Sebagian kembali langsung dari Mekkah via Jeddah.
Sebagian lainnya memenuhi sunnah Rasul mengunjungi masjid Nabawi dan maqam beliau di Madinah.
Pada momen-momen seperti inilah ada perasaan haru bahkan sedih karena akan meninggalkan tanah haram. Tapi juga ada rasa senang dan bahagia karena telah menunaikan sebuah ibadah besar, kewajiban bahkan rukun Islam yang kelima.
Namun pada saat yang sama jamaah yang sadar tentunya tidak hanyut dalam kesenangan yang berlebihan. Tapi juga merasakan dua kemungkinan; harapan hajinya telah diterima? Atau sebaliknya jangan-jangan justeru hajinya tertolak.
Dalam bahasa agama haji yang tertolak dikenal dengan istilah “haj marduud”. Sementara haji yang baik dan diterima oleh Allah SWT dikenal dengan istilah “haj mabrur”. Sebuah ibadah yang pahalanya dijanjikan syurga oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW bersabda: “Al-hajju Al-mabrur laesa lahu jazaa illa Al-Jannah” (haji mabrur itu tiada balasan baginya kecuali syurga).
Pertanyaan yang kemudian timbul adalah apakah haji mabrur itu? Adakah defenisi yang diberikan oleh para ulama kita?
Saya mencoba menelusuri beberapa Kitab rujukan, mencari pendapat pada ulama. Saya pun menemukan beberapa penjelasan yang disampaikan oleh para Ulama kita.
Satu di antaranya adalah Imam an-Nawawi misalnya berkata: “ganjaran haji mabrur itu bukan sekedar menghapuskan dosa. Pemahaman paling benar adalah bahwa Haji mabrur itu adalah Haji yang tidak dicampuri dengan dosa. Kata ini diambil dari “Al-birr” yang artinya kebaikan”. (Jalaluddin As-Suyuthi, syarha Sunan An-Nasa’i).
Pernyataan An-Nawawi maupun pernyataan para Ulama lainnya sekedar menyampaikan penekanan tentang pahala Haji mabrur. Tapi tidak memberikan defenisi khusus tentang haji mabrur itu. Mereka menekankan bahwa haji mabrur adalah Haji yang telah dilaksanakan secara sempurna sesuai tuntunan Al-Kitab dan as-Sunnah.