Bank Aceh Syariah Wajib Ambil Peranan Dalam Ketahanan Pangan
Oleh: Juanda Djamal
“New Normal” kebijakan baru pemerintah setelah dua bulan hidup dalam keadaan lockdown yang membatasi ruang gerak dan aktfitas sosial-ekonomi masyarakat. Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menjelaskan, new normal adalah perubahan perilaku di mana warga tetap bisa menjalankan aktivitasnya namun dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penularan virus corona.
Fakta hari ini, secara nasional sudah terasa, tingkat pertumbuhan nasional pada kuartal I 2020 hanya mencapai 2,9 % sedangkan tahun 2019 mencapai 5,3 % pada kuartal I. Prediksi kuartal ke II akan tumbuh negatif, hal itu disampaikan oleh direktur utama Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia, Mirza Adityaswara, pertimbangannya pada kuartal II nyaris tidak ada kegiatan perekonomian sama sekali akibat pemberlakuan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) untuk menekan penyebaran covid-19.
Khususnya Aceh, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2020 mencapai 3,7 %, tentunya lebih tinggi dibandingkan nasional. BPS Aceh menyebutkan, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan, memberikan kontribusi terbesar bagi pertumbuhan ekonomi Aceh, sebesar 1,7% atau senilai 32% dari total PDRB.
Tentunya, pertumbuhan ekonomi Aceh pada kuartal I 2020, tingkat dampak pandemi covid 19 belumlah berpengaruh sampai akhir Maret 2020. Akan tetapi aktifitas ekonomi mulai menurun sejak senin, 30 maret 2020, diberlakukannya jam malam. Sektor perhotelan, transportasi, restaurant dan rumah makan, industri rumah tangga dan UMKM langsung terdampak. Perhotelan dan restaurant merumahkan tenaga kerja, selain pemberhentian tenaga kerja khususnya UMKM mulai macet dalam pemasaran, pendapatan usaha rumah makan dan warung kopi mengalami penurunan yang drastis. Untuk membangkitkan kembali dunia usah saat ini, itu perlu waktu yang lama, karena tingkat dampak sangat terstruktur dan berantai. Hanya saja, pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota harus dapat mengambil langkah untuk memastikan ketahanan pangan.
Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan krisis pangan sudah mulai terasa pada Mei-Juni 2020. Kepala Ekonom FAO, Maximo Torero Cullen (bisnis.com) mengemukakan krisis pangan bisa dipicu antara lain terbatasnya jumlah pekerja di sektor pertanian akibat kebijakan karantina, produksi ternak pun berpotensi menurun karena gangguan logistik pakan. Untuk itu, setiap negara berupaya menjaga kelancaran rantai pasokan makanan, yang melibatkan interaksi di sektor pertanian mulai dari petani, benih, pupuk, anti-hama, pabrik pengolahan, pengiriman, hingga pedagang. Demikian juga di sektor peternakan dan perikanan, memiliki situasi yang hampir sama.