Catatan Suram 6 Bulan Bakri Siddiq: Tanpa Konsep Pembangunan, Hanya Sebatas Pencitraan
Oleh: Mahmud Padang*
ENAM bulan kepemimpinan Bakri Siddiq yang menjabat Pj Wali Kota Banda Aceh sejak 7 Juli 2022, terus mengukir catatan suram dalam kepemimpinan di ibukota Provinsi Aceh.
Hal ini terlihat jelas dari persoalan inflasi, tak jelasnya tunjangan beban kerja ASN maupun tenaga kontrak/honorer hingga persoalan utang yang ditimbulkan di akhir tahun 2022.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) setiap bulannya kota Banda Aceh lebih sering mengalami inflasi ketimbang deflasi. Pada Desember 2022, Pemko Banda Aceh kembali mencatat kenaikan inflasi bulanan sebesar 0,64%, sementara untuk tingkat inflasi tahun kalender mencapai 6,00% dan inflasi years to years (yoy) juga meningkat sebesar 6,00%.
Peningkatan inflasi sebesar 6,00 % tersebut jelas-jelas telah lebih tinggi dari tingkat inflasi Provinsi Aceh yang hanya 5,89% (tahun kelender) dan inflasi tahunan (YoY) sebesar 5,89%. Yang lebih memilukan inflasi Banda Aceh itu juga lebih tinggi dari inflasi nasional.
Ini membuktikan Pj Wali Kota Banda Aceh sudah gagal dalam mengendalikan inflasi, padahal Presiden dan Mendagri berulang kali menekankan agar Pj Kepala Daerah mengendalikan inflasi agar tetap dibawah 5%
Catatan suram lainnya bahkan lebih memilukan, TPP ASN yang dikatakan dituntaskan ternyata hingga penghujung tahun 2022 selama 5 bulan juga tak kunjung diselesaikan.
“Ini belum lagi bicara tunjangan beban kerja bagi ASN maupun tenaga kontrak/honorer selama 9 bulan tidak dibayarkan oleh Pj Walikota Bakri Siddiq.
Persoalan lain yang juga memprihatinkan juga terlihat pada banyaknya cek kosong atau SP2D bodong yang tak dibayar oleh Pemko Banda Aceh diakhir tahun 2022. Bahkan lebih memprihatinkan, selam 6 bulan memimpin kota Banda Aceh Bakri Siddiq sudah menoreh sebesar Rp 80 miliar utang, yang dikarenakan oleh manajemen yang salah walaupun dilakukan rasionalisasi anggaran dan optimalisasi PAD yang gagal dilakukan.
Semakin suram, ketika Pj Wali Kota Banda Aceh itu memimpin, program bantuan untuk rakyat kecil yang dulunya berjalan justru malah dihapuskan. Tak heran pula banyak rumah ibadah yang sudah dialokasikan pada APBK murni TA 2022 dipangkas saat rasionalisasi anggaran pada APBK Perubahan.