Jaksa Agung Didesak Copot Kajari Aceh Singkil Terkait Kasus Dugaan PSR Fiktif
INFOACEH.NET, JAKARTA — Jaksa Agung ST Burhanuddin didesak untuk segera mencopot Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Singkil Munandar SH MH karena dinilai tidak mampu menuntaskan kasus dugaan fiktif program peremajaan sawit rakyat (PSR) kerja sama Pemkab Aceh Singkil dengan UGM.
Hal itu disampaikan Ketua DPW Aliansi Mahasiswa Anti Korupsi (Alamp Aksi) Provinsi Aceh Mahmud Padang saat melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI di Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Menurutnya, saat ini Kabupaten Aceh Singkil telah berusia seperempat abad (25 tahun). Akan tetapi, daerah yang berada paling ujung barat Aceh itu masih menjadi wilayah termiskin di Provinsi Aceh.
Namun, predikat tersebut seakan tidak mengurungkan niat para “bandit berdasi” untuk memperkaya diri dengan cara melakukan berbagai dugaan praktik korupsi.
Tentunya peranan aparat penegak hukum sangat dibutuhkan agar berbagai dugaan praktik korupsi tidak terjadi.
Dari berbagai dugaan praktik korupsi yang terjadi di Aceh Singkil, beberapa dugaan korupsi kiranya perlu menjadi perhatian dan campur tangan serta tindak lanjut dari pihak Kejaksaan Agung.
Hal ini dipandang perlu agar kemiskinan di Aceh Singkil tidak terus berlanjut serta adanya pembangunan yang merata di Aceh Singkil.
Ada pun beberapa dugaan korupsi yang dimaksud yaitu adanya dugaan mark-up pada kegiatan kerja sama Pemkab Aceh Singkil dengan UGM, dalam penyusunan neraca Sumber Daya Alam (SDA) lingkungan Mineral, Batu Bara dan Air Spasial yang menelan anggaran senilai Rp 3,25 miliar bersumber dari APBK Aceh Singkil tahun 2018.
Diduga program PSR pada lahan ratusan hektare yang semestinya diterima masyarakat lokasinya tumpang tindih dengan program plasma yang dilaksanakan oleh perusahaan.
Sehingga pelaksanaan PSR tersebut terindikasi fiktif, namun uangnya dicairkan, padahal areanya berada di lokasi pelaksanaan plasma salah satu perusahaan perkebunan sawit terbesar di Aceh Singkil.
Apabila pelaksanaan PSR tesebut memang fiktif, maka negara akan menanggung kerugian miliaran rupiah.
Karenanya Kejaksaan Agung agar segera mengusut tuntas.