Achmad Marzuki Didesak Tarik Surat Permintaan Revisi Qanun LKS
BANDA ACEH — Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki didesak untuk segera menarik kembali surat permintaan revisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Sebelumnya, surat pengantar Pj Gubernur Aceh Nomor 188.34/17789 tertanggal 26 Oktober 2022 yang berisi Rancangan Qanun tentang perubahan atas Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, dikirimkan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Saiful Bahri.
“Kami mengecam tindakan Pj Gubernur Aceh untuk merevisi Qanun LKS agar bisa menghadirkan bank konvesional kembali beroperasi di Aceh. Untuk itu, kami meminta Pj Gubernur Achmad Marzuki menarik kembali surat tersebut dan membatalkan usulan revisi Qanun LKS,” ujar Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh Dr Tgk Muhammad Yusran Hadi Lc MA, Jum’at (26/5).
Pj Gubernur harus membatalkan usulan ini dan menghormati dan mendukung pelaksanaan Syariat Islam di Aceh serta memberi kesan yang baik selama menjadi pemimpin di Aceh meskipun hanya sebentar lebih kurang 2 tahun.
Jangan sampai berbuat maksiat dan meninggalkan kesan buruk yang diingat selalu oleh rakyat Aceh dan tercatat dalam sejarah. Jabatan itu hanya sebentar saja.
Umat Islam di Aceh telah berhasil memperjuangkan syariat Islam secara formal yang diakui oleh negara untuk diberlakukan di Aceh sejak tahun 2002.
Maka sebagai pemimpin, Pj Gubernur harus mendukungnya dan menjaga amanah ini. Karena ini aspirasi dan amanah rakyat Aceh serta amanah Undang-undang negara Indonesia.
“Meskipun ada kekurangan dalam iimplimentasinya, kita tetap harus mendukung, optimis dan istiqamah. Kekurangan dalam pelaksanaannya dapat diperbaiki, namun bukan dengan merevisi Qanun LKS untuk menghadirkan kembali bank konvensional di Aceh,” tegas Yusran Hadi.
Ditambahkannya, menghadirkan bank-bank konvesional kembali beroperasi di Aceh, telah mengkhianati cita-cita dan perjuangan rakyat Aceh dalam mewujudkan syariat Islam di Aceh dan mengkhianati amanah Undang-undang mengenai kekhususan Aceh dalam pelaksanaan syariat Islam.
Ini pengkhianatan terhadap cita-cita dan perjuangan rakyat Aceh sejak dulu untuk mewujudkan syari’at Islam di Aceh. Perjuangan ini sangat berat karena banyak tantangan dan hambatan dari Pemerintah Pusat bahkan memakan korban harta dan jiwa.
Banyak rakyat Aceh yang menjadi syahid dalam memperjuangkan Syariat Islam di Aceh. Perjuangan mereka ini harus dihargai, dijaga dan dilanjutkan.
Selain itu, ini juga pengkhianatan terhadap amanah untuk menegakkan syariat Islam secara kaffah di Aceh setelah berhasil memproklamirkan Aceh sebagai provinsi yang resmi memberlakukan syariat Islam, sebagaimana diamanahkan oleh UU Nomor 44 tahun 1999, UU Nomor 18 tahun 2001, UU Nomor 11 tahun 2006 dan Qanun-qanun yang mengatur pelaksanaan syariat Islam di Aceh termasuk Qanun LKS.
“Kami MIUMI Aceh menolak dengan tegas, usulan Pj Gubernur ini inkonstitusional atau melawan hukum karena bertentangan dengan Undang-undang yang mengakui dan menjamin kekhususan Aceh dalam menerapkan syariat Islam di Aceh,” terangnya.
Disebutkannta, tindakan Pj Guburnur Aceh ini telah menimbulkan keresahan dan kemarahan serta menyakiti perasaan rakyat Aceh yang komitmen dengan syariat Islam.
“Tindakan Pj Gubernur ini telah menimbulkan polemik dan kegaduhan rakyat Aceh yang bisa berpotensi merusak perdamaian dan persatuan rakyat Aceh serta menciptakan masalah atau konflik baru di Aceh.
Tindakan Pj Gubernur ini merupakan langkah mundur dalam pelaksanaan syariat Islam di Aceh yang dapat melemahkan dan menghalangi pelaksanaan syariat Islam Aceh.
Selama ini Aceh sudah maju dalam menerapkan syariat termasuk dalam bidang ekonomi dengan meninggalkan praktik riba dalam perbankan dan koperasi dan beralih kepada perbankan dan koperasi yang berdasarkan prinsip syariah. Namun sangat disayangkan, Pj Gubernur berpikiran mundur seperti pemikiran jahiliyah dengan menghalalkan praktek riba di Aceh dan menghadirkan bank konvensuonal.
Ini langkah mundur yang dilakukan oleh Pj Gubernur yang dapat melemahkan dan menghalangi pelaksanaan syariat Islam di Aceh termasuk dalam persoalan ekonomi,” ujarnya
Sepatutnya, lanjut Yusran Hadi, seorang Pj Gubernur yang baru tiga bulan ditunjuk oleh Oemerintah Pusat tidak membuat masalah di Aceh dengan usulannya untuk meminta revisi Qanun LKS agar bisa menghadirkan kembali bank konvensional.
Ini menunjukkan sikapnya yang tidak menghargai kekhususan Aceh dalam pelaksanaan Syariat Islam yang diakui dan dijamin oleh Undang-undang.
“Seorang Pj Gubernur tidak patut dan tidak pula perlu merevisi Qanun LKS yang telah disepakati oleh Gubernur definitif pilihan rakyat Aceh sebelumnya dan DPRA. Qanun ini pun baru setahun diterapkan sejak awal tahun 2022. Terlebih lagi, Pj Gubernur bukan orang Aceh. Maka, sangatlah wajar jika banyak orang yang berasumsi adanya kepentingan orang luar Aceh untuk melemahkan syariat Islam di Aceh khususnya Qanun LKS,” pungkasnya. (IA)