Ada 200-300 Ribu KK Terdampak Covid-19 di Aceh yang Perlu Dibantu
Ketua Komisi V DPRA, M. Rizal Falevi Kirani
Banda Aceh — Jumlah masyarakat Aceh yang kini terdampak pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) yang sangat membutuhkan dukungan sembako atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) saat ini, diperkirakan jauh lebih banyak dari angka penerima bantuan sosial (bansos) pangan yang telah disalurkan oleh Pemerintah Aceh.
Hal itu diungkapkan Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), M. Rizal Falevi Kirani, menanggapi penyaluran bansos pangan atau sembako oleh Pemerintah Aceh melalui Dinas Sosial Aceh untuk 61.584 kepala keluarga (KK) terdampak Covid-19 di seluruh kabupaten/kota di Aceh. Penyerahan bantuan secara simbolis dilakukan Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah di halaman Kantor Dinas Sosial, Kamis (9/4) lalu.
“Jika melihat realitas perekonomian masyarakat saat ini, perkiraan saya ada 200 ribu sampai 300 ribu KK yang harus dibantu dalam skema jaring pengaman sosial (JPS). Karena itu Dinas Sosial Aceh harus segera meng-update data masyarakat yang terdampak. Jangan sampai nanti menimbulkan gejolak sosial baru di tengah masyarakat yang sedang kesulitan saat ini,” ujar M. Rizal Falevi Kirani, dalam keterangannya, Sabtu (11/4).
Untuk itu, ia meminta Pemerintah Aceh menyiapkan skema JPS secara komprehensif supaya bantuan yang diberikan kepada warga terdampak Covid-19 tepat sasaran.
“Kami menduga jumlah masyarakat terdampak Covid-19 yang butuh dukungan sembako atau BLT dari Pemerintah Aceh jauh lebih besar angkanya daripada angka distribusi sembako kemarin. Kami mendapat informasi, Pemko Banda Aceh awalnya mengusulkan jumlah penerima bantuan sembako ke Pemerintah Aceh sebanyak 17.000 KK lebih. Namun yang diterima hanya 3000-an, jauh dari kebutuhan. Saya pikir itulah cerminan kondisi riil masyarakat di seluruh Aceh,” ucap Falevi Kirani.
Politisi Partai Nanggroe Aceh (PNA) ini mengingatkan, distribusi sembako atau BLT harus menjadi prioritas utama dalam anggaran realokasi APBA 2020 untuk penanggulangan Covid-19. Karenanya, jangan pula Pemerintah Aceh nantinya berupaya agar jumlah penerima seminim mungkin, padahal fakta di lapangan banyak rakyat sangat kesulitan.
“Kami meminta nominal bantuan yang diberikan minimal Rp500.000 per KK. Skema penyalurannya bisa BLT atau kombinasi sembako dengan uang tunai. Misalnya sembako senilai Rp250.000, sisanya diberikan dalam bentuk uang tunai,” tegasnya.
Falevi mendesak Pemerintah Aceh segera memfinalisasi calon penerima bantuan. Sehingga begitu anggaran realokasi APBA 2020 disetujui Mendagri, bantuan tersebut dapat segera disalurkan.
“Apalagi ini menjelang bulan suci Ramadhan. Tentu masyarakat kita sangat membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan bulan puasa. Status Aceh saat ini tanggap darurat Covid-19, jadi Pemerintah Aceh harus membiasakan diri untuk bekerja dalam waktu sangat cepat,” jelasnya.
Menurut Falevi, semua sumber daya dan potensi yang ada di Pemerintah Aceh harus benar-benar fokus pada upaya percepatan penanggulangan Covid-19.
Untuk sementara, ia mengajak hentikan dulu upaya menyandarkan pencitraan pihak-pihak tertentu pada program penanganan Covid-19 oleh Pemerintah Aceh. Jangan sampai menimbulkan polemik yang tidak perlu di tengah masyarakat.
“Seperti polemik perubahan warna Lambang Aceh atau Pancacita dalam kegiatan penyerahan bantuan paket sembako kemarin. Ini tentu sangat kontra produktif di tengah upaya kita menyatukan seluruh elemen masyarakat dalam melawan ancaman wabah Corona,” ungkap Falevi Kirani.
Meskipun demikian, atas nama Ketua Komisi V DPRA ia menyampaikan apresiasi untuk Pemerintah Aceh atas distribusi sembako untuk masyarakat yang terdampak Covid-19 di Aceh, walaupun sudah agak terlambat, mendistribusi bantuan sembako kepada masyarakat. (HS)