Batik Sekolah Wajib, Sepatu “Diarahkan”: Pungli Terselubung di Balik Seragam Siswa Baru
Banda Aceh, Infoaceh.net — Tiap tahun ajaran baru, sekolah-sekolah negeri di Aceh—mulai dari tingkat SD hingga SMA/SLB—kembali menjalankan satu kebiasaan yang terus dipertanyakan: mewajibkan siswa baru membeli seragam batik sekolah.
Tak hanya itu, sepatu dan alat tulis pun kerap “disarankan” dibeli dari toko atau pihak tertentu yang diduga sudah bekerja sama dengan oknum pengelola sekolah.
Fenomena ini telah berlangsung lama, tetapi luput dari perhatian serius pemerintah.
Padahal, menurut Dr. Nasrul Zaman, Pengamat Kebijakan Publik Aceh, praktik semacam ini jelas mengarah pada pungutan liar (pungli) terselubung yang merugikan masyarakat kecil.
“Ini bentuk pungli gaya baru yang dilegalisasi. Seragam batik, sepatu, bahkan alat tulis dijadikan komoditas. Yang rugi rakyat kecil, yang untung segelintir elite di sekolah,” tegas Dr. Nasrul, Sabtu (5/7/2025).
Ia menambahkan bahwa semangat pendidikan gratis dan wajib belajar sembilan tahun tidak akan pernah tercapai jika pengelolaan sekolah masih dikotori oleh mental rente seperti ini.
“Kalau betul ingin membentuk disiplin atau identitas siswa, kenapa harus dengan batik yang mahal dan diarahkan ke satu toko? Ini bukan soal kebijakan pendidikan, ini soal siapa dapat untung dari seragam,” katanya.
Bagi keluarga miskin, biaya seragam bisa mencapai ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Angka itu sangat berat—terutama di tengah tekanan ekonomi pasca pandemi dan harga kebutuhan pokok yang kian tinggi.
“Pendidikan bukan bisnis. Negara wajib menjamin akses pendidikan tanpa diskriminasi ekonomi. Kita minta Dinas Pendidikan Aceh segera bertindak. Jangan tutup mata,” ujar Dr. Nasrul Zaman.
Ia menekankan bahwa kebijakan seragam batik tidak berkontribusi apa pun pada kualitas akademik siswa.
Yang dibutuhkan sekolah adalah guru yang baik, fasilitas memadai, dan lingkungan belajar yang sehat—bukan seragam mahal.