BANDA ACEH — Sebanyak sembilan fraksi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) sepakat untuk tidak lagi mengusulkan nama Achmad Marzuki sebagai calon Penjabat (Pj) Gubernur Aceh periode 2023-2024.
DPRA menilai mantan Pangdam Iskandar Muda itu telah gagal dalam menjalankan amanah yang diberikan selama ini, bahkan Achmad Marzuki telah banyak membuat kegaduhan di Aceh selama menjabat Pj Gubernur Aceh periode 2022-2023, terhitung sejak dilantik 6 Juli 2022 lalu.
Hal itu diungkapkan oleh para pimpinan fraksi DPRA dalam konferensi pers yang berlangsung di Media Center Sekretariat DPRA, Senin sore (12/6/2023).
Turut hadir dalam konferensi pers tersebut di antaranya Ketua Fraksi Partai Aceh Tarmizi SP, Ketua Fraksi Partai Demokrat Nurdiansyah Alasta, Ketua Fraksi Partai Gerindra Abdurrahman Ahmad, Ketua Fraksi PPP Ihsanuddin MZ, Wakil Ketua Fraksi PKS Irawan.
“Selama 11 bulan menjabat, beliau (Achmad Marzuki)membuat kegaduhan di Aceh. Sehingga tidak lagi diusulkan untuk diperpanjang sebagai Pj Gubernur Aceh periode kedua,” ujar Ketua Fraksi Partai Gerindra di DPRA Abdurrahman Ahmad.
Diungkapkan, kegaduhan pertama sekali masalah tambang. Ini membuat gaduh di masyarakat, karena Pj Gubernur Achmad Marzuki banyak sekali memberi izin tambang atau mengaktifkan izin tambang dan sebagainya.
Kemudian kegaduhan selanjutnya dalam hal pengangkatan Direktur Utama (Dirut) Bank Aceh Syariah yang terus berlarut-larut.
Dan yang lebih berat lagi ketika Pj Gubernur Achmad Marzuki nekat mengusulkan revisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan tujuan ingin mengembalikan bank konvensional beroperasi lagi di Aceh, sehingga membuat kalangan ulama kecewa dan marah.
Berdasarkan hasil evaluasi DPRA, kinerja Achmad Marzuki selama 11 bulan menjabat Pj Gubernur Aceh masih jauh dari harapan masyarakat Aceh. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aspek, di antaranya:
Pertama, komitmen untuk mencari solusi terhadap menurunnya 1% pendapatan Aceh melalui Dana Otonomi Khusus sampai saat ini belum terealisasi.
Kedua, skema pembangunan Aceh selama Achmad Marzuki menjabat Pj Gubernur belum memiliki arah yang jelas dalam menekan angka kemiskinan, stunting, indeks pembangunan Manusia dan lain-lain.
Ketiga, pertumbuhan ekonomi Aceh jauh di bawah target RPJMA, dimana dari target 6 persen hanya tercapai 4,21 persen.
Keempat, Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki tidak memahami manajemen pemerintahan dan sistem anggaran sehingga tidak mampu melakukan supervisi kinerja aparatur.
Kelima, Achmad Marzuki jarang menghadiri rapat paripurna di DPRA. Dari 30 kali rapat paripurna digelar, hanya tujuh kali dihadiri Marzuki termasuk rapat paripurna pelantikan dirinya sebagai Pj Gubernur Aceh pada 6 Juli 2022.
Keenam, Achmad Marzuki dinilai sulit berkomunikasi dengan banyak pihak serta kurang menghargai nilai-nilai syariat Islam, kearifan adat istiadat, dan kekhususan Aceh.
Abdurrahman Ahmad menjelaskan, hasil penilaian itu merupakan pendapat semua fraksi di DPRA.
DPRA juga telah menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang penggantian Pj Gubernur Aceh pada 5 Juni 2023. Surat yang diteken seluruh atau 9 ketua fraksi di DPRA itu turut memuat sejumlah alasan agar Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki diganti.
“Berdasarkan beberapa hal tersebut di atas, kami mohon kepada Bapak Presiden Republik Indonesia untuk mengganti Saudara Achmad Marzuki sebagai Penjabat Gubernur Aceh,” tulis surat tersebut. (IA)