Dianggap Balas Jasa, Illiza Diminta Batalkan Indra Milwady sebagai Dewas RSUD Meuraxa
Barang bukti berupa uang tunai “belasan juta rupiah” dan dokumen kampanye sempat diamankan. Namun kasus tersebut dihentikan dengan alasan tidak memenuhi unsur formil, tanpa proses pleno atau pelaporan resmi. Keputusan ini memicu kecurigaan adanya intervensi politik.
Koalisi Rakyat Menggugat (KRM) menyebut keputusan Panwaslih sangat janggal dan melaporkan kasus tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka juga mempertanyakan dugaan hilangnya barang bukti uang sebesar Rp18 juta yang tak pernah dijelaskan secara transparan.
DKPP Periksa Panwaslih Banda Aceh
Pada 17 Juli 2025, DKPP mulai menyidangkan kasus ini. Dalam persidangan, pelapor Yulindawati menyebut Panwaslih melanggar prinsip integritas dan tidak menindaklanjuti laporan dugaan politik uang secara serius.
“Ketika ada bukti kuat di lapangan, kenapa malah tidak dilanjutkan? Padahal masyarakat diminta melaporkan setiap pelanggaran,” ujar Yulindawati dalam persidangan.
Proses pemeriksaan di DKPP masih berjalan. Namun banyak pihak mendesak agar penyelidikan diperluas, termasuk terhadap potensi penyalahgunaan wewenang dan penghilangan barang bukti oleh Panwaslih.
Publik Minta Evaluasi dan Transparansi
Kasus ini menjadi pukulan berat bagi kredibilitas Indra Milwady. Dua peristiwa besar—penghentian kasus politik uang dan penunjukan sebagai Dewas RSUD—membuat publik mempertanyakan integritasnya sebagai pejabat publik.
Sejumlah aktivis sipil di Banda Aceh mendesak evaluasi total terhadap komposisi Dewas RSUD Meuraxa dan meminta aparat penegak hukum turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran etik maupun pidana.
“Kalau ini dibiarkan, publik bisa saja menyimpulkan bahwa pengangkatan Indra sebagai Dewas adalah hadiah politik karena telah ‘menyelamatkan’ pasangan calon tertentu dari jeratan hukum,” ujar seorang aktivis yang enggan disebut namanya.