Dianggap Balas Jasa, Illiza Diminta Batalkan Indra Milwady sebagai Dewas RSUD Meuraxa
Banda Aceh, Infoaceh.net – Pengangkatan mantan Ketua Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kota Banda Aceh Indra Milwady sebagai anggota Dewan Pengawas (Dewas) RSUD Meuraxa terus menuai kritik dari berbagai kalangan.
Pengamat kebijakan publik Aceh, Dr. Nasrul Zaman, menyebut bahwa keputusan Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, ini berpotensi menimbulkan persepsi publik bahwa penunjukan tersebut merupakan bentuk “balas jasa” politik.
“Demi menjaga nama baik Wali Kota Illiza, sangat tepat bila pengangkatan Indra Milwady sebagai Dewas RSUD Meuraxa dibatalkan,” ujar Nasrul Zaman, Senin (21/7/2025).
Menurutnya, jangan sampai kemudian pengangkatan Indra Milwady sebagai Dewas RSUD Meuraxa memunculkan anggapan publik sebagai bentuk “balas jasa” kepada yang bersangkutan karena telah “berkontribusi” menyelamatkan Wali Kota/Wakil Wali Kota terpilih sehingga kasus dugaan politik uang tidak berlanjut ke proses hukum dan pasangan Illiza-Afdhal kini mulus menduduki kursi kepala daerah sebagai orang nomor satu dan nomor dua di kota Banda Aceh.
“Jangan sampai masyarakat menilai ini sebagai balas budi atas perannya menghentikan kasus politik uang saat Pilkada 2024 lalu,” terang Nasrul Zaman yang juga merupakan Wakil Ketua PW Muhammadiyah Aceh.
Diragukan Kapasitas dan Kompetensinya
Indra Milwady diketahui merupakan mantan Ketua Panwaslih Banda Aceh periode 2023–2025. Ia ditunjuk sebagai salah satu dari lima anggota Dewas RSUD Meuraxa melalui SK yang ditandatangani Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal pada 14 Maret 2025.
Namun, banyak pihak mempertanyakan kompetensi Indra di bidang manajemen rumah sakit dan kesehatan.
“Ia tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman kerja yang relevan,” tegas Nasrul.
Selain dinilai tidak profesional, pengangkatan ini juga memicu kecaman karena para anggota Dewas RSUD Meuraxa menerima honor sekitar Rp15 juta per bulan, sementara rumah sakit tersebut tengah terbelit utang hingga Rp60 miliar.
Terseret Skandal Politik Uang Pilkada
Nama Indra juga dikaitkan dengan kasus kontroversial saat dirinya menjabat Ketua Panwaslih. Pada 26 November 2024, lembaga pengawas tersebut melakukan OTT di sebuah warung kopi di Banda Aceh, dan mengamankan lima orang yang diduga melakukan praktik politik uang untuk mendukung pasangan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota nomor urut 01, Illiza-Afdhal.
Barang bukti berupa uang tunai “belasan juta rupiah” dan dokumen kampanye sempat diamankan. Namun kasus tersebut dihentikan dengan alasan tidak memenuhi unsur formil, tanpa proses pleno atau pelaporan resmi. Keputusan ini memicu kecurigaan adanya intervensi politik.
Koalisi Rakyat Menggugat (KRM) menyebut keputusan Panwaslih sangat janggal dan melaporkan kasus tersebut ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Mereka juga mempertanyakan dugaan hilangnya barang bukti uang sebesar Rp18 juta yang tak pernah dijelaskan secara transparan.
DKPP Periksa Panwaslih Banda Aceh
Pada 17 Juli 2025, DKPP mulai menyidangkan kasus ini. Dalam persidangan, pelapor Yulindawati menyebut Panwaslih melanggar prinsip integritas dan tidak menindaklanjuti laporan dugaan politik uang secara serius.
“Ketika ada bukti kuat di lapangan, kenapa malah tidak dilanjutkan? Padahal masyarakat diminta melaporkan setiap pelanggaran,” ujar Yulindawati dalam persidangan.
Proses pemeriksaan di DKPP masih berjalan. Namun banyak pihak mendesak agar penyelidikan diperluas, termasuk terhadap potensi penyalahgunaan wewenang dan penghilangan barang bukti oleh Panwaslih.
Publik Minta Evaluasi dan Transparansi
Kasus ini menjadi pukulan berat bagi kredibilitas Indra Milwady. Dua peristiwa besar—penghentian kasus politik uang dan penunjukan sebagai Dewas RSUD—membuat publik mempertanyakan integritasnya sebagai pejabat publik.
Sejumlah aktivis sipil di Banda Aceh mendesak evaluasi total terhadap komposisi Dewas RSUD Meuraxa dan meminta aparat penegak hukum turun tangan menyelidiki dugaan pelanggaran etik maupun pidana.
“Kalau ini dibiarkan, publik bisa saja menyimpulkan bahwa pengangkatan Indra sebagai Dewas adalah hadiah politik karena telah ‘menyelamatkan’ pasangan calon tertentu dari jeratan hukum,” ujar seorang aktivis yang enggan disebut namanya.