BIREUEN – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen Munawal Hadi SH MH ikut serta dalam aksi bersama menolak politik uang, menjelang Pemilu yang akan berlangsung pada 14 Februari 2024.
Gerakan Masyarakat Bireuen (GMB) melaksanakan kegiatan tersebut di Alun-alun Tugu Bireuen, Ahad (4/2/2024).
Munawal Hadi tampak begitu antusias mengikuti aksi tersebut. Bahkan ia turut membentangkan spanduk bertuliskan, “Politik Uang Bukan Rezeki Tapi Dosa”
Munawal mengaku bangga melihat pergerakan anak muda di Bireuen, yang berani dalam menyuarakan kebenaran.
“Kegiatan ini sederhana tapi bermakna, jika suksesnya Pemilu 2024 maka tidak terlepas dari adanya kontribusi kita semua hari ini. Teruslah bergerak untuk kebaikan,” ucapnya penuh semangat.
Aksi tersebut berkolaborasi dengan Kejaksaan Negeri Bireuen, Panwaslih Bireuen, KIP dan Polres Bireuen. Serta beberapa lembaga yaitu Gerakan Anti Korupsi (GeRAK), Generasi DemRes, Sekolah Anti Korupsi (SAK), Daweut Apui/ Jurnalis Warga, Koalisi Muda DemRes, Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Bireuen, dan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Bireuen.
Koordinator lapangan, Rahmatul Maulana, mengatakan, para kandidat menggunakan berbagai cara agar terpilih, di antaranya dengan politik uang. Mereka menyogok pemilih dengan sejumlah uang, dalam bentuk cash atau tidak cash, untuk memenangkan persaingan dengan kandidat lainnya.
“Bireuen pada Pilkada 2017 dan Pemilu 2019 viral dengan kota 100 ribu, dan kami tidak mau musibah itu kembali terjadi. Citra buruk itu harus kita hilangkan, sebagai generasi milenial kami punya beban sosial untuk mengkampanyekan gerakan anti politik uang,” ujarnya.
Ketua Panwaslih Bireuen Rahmat mengapresiasi gerakan yang diinisiasi koalisi muda Demokrasi Resiliensi (DemRes), termasuk melibatkan kelompok disabilitas.
“Saya sangat bangga dengan kegiatan seperti ini, sebagai bentuk penyadaran masyarakat Bireuen mengenai bahaya politik uang. Mari kita sambut Pemilu ke depan yang damai, bersih dan inklusi,” katanya.
Berikut Pernyataan Sikap dari Gerakan Masyarkat Bireuen (GMB):
Pemilu 2024 tinggal menghitung hari. Pada Rabu, 14 Februari 2024, penduduk Indonesia akan memilih calon presiden/ wakil presiden, dan anggota legislatif pusat dan daerah secara serentak. Para kandidat menggunakan berbagai cara agar terpilih, di antaranya dengan politik uang.
Mereka menyogok pemilih dengan sejumlah uang, dalam bentuk cash atau tidak cash, untuk memenangkan persaingan dengan kandidat lainnya.
Politik uang pada pemilu buruk bagi kualitas demokrasi kita. Pertama, politisi di parlemen atau kepala pemerintahan yang kita pilih karena uang tidak berkualitas.
Mereka menduduki jabatannya bukan karena memiliki jiwa kepemimpinan terbaik atau menyodorkan program untuk warga, melainkan uang.
Kedua, mereka berpotensi melakukan tindakan korupsi setelah menduduki jabatannya untuk mengembalikan uang yang sudah mereka gelontorkan pada saat pemilu. Ketiga, mereka tidak akan bekerja untuk mensejahterakan masyarakat, melainkan memperkaya diri sendiri.
Oleh karena itu, Gerakan Masyarakat Bireuen menyatakan sikap sebagai berikut, mendesak penyelenggara pemilu, baik KIP, Panwaslih, dan DKPP agar bekerja secara profesional dan bertanggung jawab.
Penyelenggara pemilu dengan sungguh-sungguh memegang prinsip independen, transparan, adil dan jujur. Sebagai salah satu bentuk profesionalismenya adalah menindak tegas pelaku politik uang di Kabupaten Bireuen.
Mendesak Penyelenggara Pemilu (KIP dan Panwaslih) bekerjasama dengan penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan dan Kepolisian Kabupaten Bireuen, menindak tegas pelanggar pemilu yang menggunakan politik uang untuk memenangkan persaingan politik pada pemilu.
Kenakan sanksi paling berat yang ada di dalam regulasi yang berlaku. Ketegasan penegak hukum sangat berarti bagi kemajuan kualitas demokrasi di Indonesia, khususnya Kabupaten Bireuen.
Mengajak masyarakat untuk tidak menerima politik uang dalam berbagai bentuk dari politisi mana pun. Politik uang pada pemilu sama dengan korupsi tahap awal. Setelah mereka menjabat, mereka akan mengorupsi dana yang seharusnya disalurkan untuk masyarakat.
Politisi yang menggunakan politik uang karenanya adalah calon koruptor. Menerima uang dari politisi sama dengan mengantarkan koruptor menduduki jabatan penting di Kabupaten Bireuen.
Mendorong masyarakat untuk memilih politisi yang menyajikan program kerja daripada bagi-bagi uang.
Politisi yang menjajakan program kerja berpeluang menjadi wakil terbaik, yang akan memperjuangkan kepentingan masyarakat.
Sementara, politisi yang demi menduduki posisi dan jabatan tertentu menggunakan transaksi jual beli suara dengan uang tidak akan memperjuangkan kepentingan masyarakat lagi. Mereka hanya peduli pada diri mereka sendiri.
Mendesak peserta pemilu (calon legislatif tingkat nasional, provinsi, dan daerah) untuk mengedepankan program kerja yang jelas dan terukur daripada menyebarkan uang untuk membeli suara.
Anda tidak akan bisa tidur nyenyak karena akan terus menerus dihantui rasa bersalah karena telah melanggar etika berpolitik sebagaimana telah diatur dalam regulasi kepemiluan. (IA)