Banda Aceh — Setelah sekian lama menahan diri, akhirnya Pengurus Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf Indonesia (MPTT – I) Aceh memberikan penjelasan dan klarifikasi terkait tuduhan sesat yang dialamatkan kepada mereka selama ini.
Penjelasan itu disampaikan pada konferensi pers yang digelar di Banda Aceh, Selasa (13/10) menanggapi dinamika yang berkembang di masyarakat.
Konferensi pers berlangsung di Posko MPTT-I Aceh, Jalan Prof Ali Hasjmy, Pango Raya, Kecamatan Ulee Kareng, Banda Aceh diikuti kalangan jurnalis dari berbagai media. Turut hadir unsur Polsek dan Koramil Ulee Kareng.
Ketua Pengurus Wilayah MPTT-I Aceh, Tgk H Kamaruzzaman, S.Pdi MM memberikan keterangan didampingi Pimpinan Dayah Raudhatul Hikmah Al-Waliyah Pango Raya, Tgk H Syukri Daud dan sejumlah pimpinan dayah lainnya di Banda Aceh.
Menurut Tgk H Kamaruzzaman, keberadaan MPTT – I di Aceh sudah hampir 20 tahun, namun baru didaftarkan secara resmi di Kementerian Hukum dan HAM dengan Nomor 02 tanggal 17 Oktober tahun 2016, saat ini jamaah MPTT-I sudah puluhan ribu jamaah, baik yang ada di Aceh maupun di berbagai provinsi serta sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara.
Dalam pelaksanaan Pengkajian Tauhid Tasawuf di Aceh, selama ini sering mendapat hujatan bahwa majelis ini membawa misi menyesatkan sehingga sejumlah ulama di Aceh ikut terasut.
Bahkan ada masyarakat di kabupaten/kota di Aceh mengusulkan bahwa ajaran dari Abuya H. Amran Waly Al-Khalidi sesat dan harus ditolak kehadirannya sehingga sangat meresahkan para jamaah MPTT-I, bahkan aksi menolak Majelis Pengkajian Tauhid Tasawuf datang dari para tokoh yang notabene dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kabupaten Aceh Selatan serta sejumlah tokoh termuka di sejumlah kabupaten di Aceh.
“Kemudian, pengurus MPTT-I di Aceh yang telah diakui keberadaannya hingga di belahan negara di Asia, telah beberapa kali memohon kepada MPU Aceh untuk membuka ruang audensi, namun gagal sebab MPU belum memberi kesempatan bertemu kepada MPTT-I,” ujar Kamaruzzaman yang juga Pimpinan Dayah Darul Amin Al Waliyah Gampong Ilie, Ulee Kareng, Banda Aceh.
Selain itu, lanjutnya, di berbagai media sosial sering muncul hujatan miring kepada MPTT-I dari berbagai kalangan yang belum mengenal ajaran dari Abuya H. Amran Waly Al-Khalidi bahkan ada kalangan mengartikan secara sepotong – sepotong ajaran Tauhid Tasawuf.
Bahkan telah terjadi beberapa kali aksi anarkis dengan membakar nama posko MPTT, menyerang jamaah ketika hendak melakukan zikir tentunya dilakukan oleh kelompok anti MPTT.
Dalam perjalanan pengkajian tauhid tasawuf ini, pihak pengurus bersama guru – guru dari dayah – dayah yang mendukung MPTT pernah juga melakukan audensi dengan Gubernur Aceh, Polda Aceh juga instansi pemerintah lainnya untuk menjelaskan keberadaan MPTT – I di Aceh.
“Sebab selama ini keberadaan majelis ini telah digoreng atau diprovokasi oleh orang – orang yang tidak bertanggungjawab,” sebut Tgk. Kamaruzzaman.
Agar tidak meluas penolakan Pengkajian Tauhid Tasawuf di Aceh yang berujung konflik yang dilakukan secara sepihak dari segelintir warga yang tidak paham keberadaan MPTT – I di Aceh, para jamaah pengkajian tauhid tasawuf meminta kepada Pemerintah Aceh agar segera mencari solusi atau jalan keluar.
Langkah ini perlu segera dilakukan pemerintah agar terhindar konflik antar masyarakat dalam menjalankan ibadah Pengkajian Tauhid Tasawuf di Aceh yang terbukti banyak jamaah sadar dan berbuat kebajikan. (IA)