Empat Pulau Sudah Kembali, Kini Saatnya Mualem Rebut Tanah Wakaf Blang Padang Jadi Milik Aceh
Banda Aceh, Infoaceh.net — Empat pulau kecil yang selama ini menjadi sengketa administratif antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut), akhirnya resmi kembali ke pangkuan Aceh.
Kepastian ini diumumkan oleh Pemerintah Pusat Selasa (17/6/2025), menyusul revisi data wilayah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) berdasarkan arahan langsung Presiden RI Prabowo Subianto.
Keempat pulau dimaksud adalah Pulau Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, Lipan, dan Panjang—seluruhnya berada di perairan Kabupaten Aceh Singkil, namun sempat tercatat sebagai bagian dari Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumut selama lebih dari satu dekade.
Setelah berhasil mengembalikan 4 pulau sengketa ke wilayah Aceh, kini Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem dihadapkan pada tugas lainnya yang banyak diharapkan oleh masyarakat Aceh, yakni mengembalikan tanah wakaf Blang Padang milik Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh yang selama ini masih dikuasai oleh Kodam Iskandar Muda (IM).
Upaya ini sebenarnya sudah pernah dilakukan oleh Gubernur Aceh masa Irwandi Yusuf periode 2007-2012, namun belum berhasil mengembalikannya.
Namun kini beda ceritanya. Faktor adanya kedekatan Gubernur Mualem dengan Presiden Prabowo Subianto diharapkan akan semakin memudahkan jalan bagi upaya untuk mengembalikan tanah wakaf Blang Padang agar dapat dimiliki sebagai aset Pemerintah Aceh.
Seperti diketahui, polemik status kepemilikan tanah Lapangan Blang Padang di pusat Kota Banda Aceh selama ini belum menjadi aset milik Pemerintah Aceh.
Hingga saat ini, lahan strategis seluas hampir 9 hektare yang dikenal sebagai ruang publik dan lokasi bersejarah itu belum tercatat sebagai aset milik Pemerintah Aceh.
Padahal, berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dokumen sejarah, Lapangan Blang Padang merupakan tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman, yang telah ada sejak masa Kesultanan Aceh.
BPK RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tahun 2024 dengan tegas menyebut bahwa tanah tersebut seharusnya tercatat sebagai aset Pemerintah Aceh.
Namun di lapangan, penguasaan fisik masih didominasi oleh pihak Kodam Iskandar Muda (TNI AD) yang bahkan telah memasang sejumlah plang bertuliskan “Tanah Negara Hak Pakai TNI-AD”.
Kondisi ini sudah pernah mendapat sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Dalam sidang paripurna tahun lalu, sembilan fraksi di parlemen secara kompak mendesak Gubernur Aceh untuk segera menyelesaikan persoalan ini.
“Tanah Blang Padang adalah milik rakyat Aceh yang diwakafkan untuk Masjid Raya. Pemerintah Aceh harus segera mengambil alih pengelolaan dan menyertifikatkan atas nama Pemerintah Aceh,” ujar Irfannusir, Anggota DPRA tahun lalu.
DPRA juga meminta agar Gubernur mengintensifkan komunikasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang hingga kini masih menahan proses sertifikasi karena adanya klaim dari TNI. Bila perlu, DPRA menyarankan pemerintah menggugat ke Mahkamah Arbitrase Internasional di Belanda untuk mengungkap bukti sejarah kepemilikan tanah tersebut.
Di sisi lain, Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Niko Fahrizal sebelumnya menyebut bahwa TNI AD memegang dokumen hak pakai atas tanah tersebut dari Kementerian Pertanahan. Namun pihaknya tetap membuka ruang dialog jika terbukti secara sah tanah tersebut merupakan milik Pemerintah Aceh atau wakaf masjid.
Hingga kini, proses sertifikasi masih berjalan di BPN dan menjadi perhatian publik luas. Blang Padang bukan sekadar lapangan, tetapi juga simbol sejarah, wakaf, dan kebudayaan Aceh yang kini sedang mencari kejelasan kepemilikan formalnya.
Padahal, menurut sejumlah dokumen sejarah dan hasil audit lembaga negara, Blang Padang adalah tanah wakaf milik Masjid Raya Baiturrahman yang telah ada sejak masa kejayaan Kesultanan Aceh.
Berbagai kalangan menyoroti lambatnya proses sertifikasi, terutama setelah muncul klaim dari pihak TNI Angkatan Darat melalui Kodam Iskandar Muda yang menyatakan lahan tersebut sebagai aset negara dengan status “hak pakai”.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Aceh Nomor: 22.A/LHP/XVII.BAC/05/2024 dengan tegas menyatakan bahwa tanah Blang Padang adalah tanah wakaf dari Kesultanan Aceh yang diberikan untuk Masjid Raya Baiturrahman. Bukti-bukti sejarah seperti peta Koetaradja tahun 1915 dan Blad 1906 menunjukkan bahwa area tersebut dulunya merupakan “Aloen-Aloen Kesultanan Aceh” yang tidak pernah menjadi bagian dari tanah negara kolonial Belanda (KNIL).
Sejumlah tokoh masyarakat dan akademisi menyebutkan bahwa sejarah tanah ini tidak bisa dilepaskan dari warisan spiritual dan budaya masyarakat Aceh. Mereka menganggap keberadaan Blang Padang sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas keislaman dan kedaulatan lokal Aceh.
“Tanah itu merupakan simbol kesultanan dan wakaf umat Islam. Tidak bisa serta-merta diklaim sebagai tanah negara tanpa proses yang sah secara syariat maupun hukum,” ujar Tgk HA Gani Isa, Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Aceh.
Pangdam IM Mayjen TNI Niko Fahrizal menyampaikan terbuka untuk berdiskusi dan menyerahkan aset jika terbukti bahwa tanah itu bukan milik mereka.
“Kami tidak sedang merampas. Jika nantinya ditemukan bukti sah bahwa itu tanah wakaf atau milik Pemerintah Aceh, kami siap menyerahkan,” kata Mayjen Niko
Masyarakat Banda Aceh, khususnya para tokoh agama dan pewakaf, berharap agar tanah Blang Padang tidak jatuh ke tangan yang salah. Mereka meminta agar Pemerintah Aceh bertindak cepat dan tegas untuk mempertahankan warisan sejarah umat.
Sengketa tanah Blang Padang kini menjadi ujian serius bagi Pemerintah Aceh dalam menjaga warisan sejarah dan aset umat Islam. Publik menanti langkah konkret dari pemerintah untuk memastikan bahwa tanah yang dahulu menjadi alun-alun kesultanan dan tempat bersejarah itu benar-benar kembali ke pangkuan rakyat Aceh.
Jika konflik ini dibiarkan berlarut, dikhawatirkan bukan hanya tanah yang hilang, tapi juga sejarah dan identitas Aceh itu sendiri.
Ditunggu Keberanian Gubernur Mualem Rebut Tanah Blang Padang
Di tengah tarik-ulur antara Pemerintah Aceh, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan TNI Angkatan Darat, publik kini menantikan sosok pemimpin Aceh yang berani mengambil langkah tegas: merebut kembali tanah warisan Kesultanan Aceh yang kini belum tercatat sebagai aset Pemerintah Aceh.
Nama Muzakir Manaf (Mualem)—Gubernur Aceh periode 2025–2030—mencuat sebagai sosok yang dinilai memiliki legitimasi politik, kekuatan massa, dan semangat nasionalisme keacehan, ditambah kedekatan Mualem dengan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan persoalan ini secara tuntas.
Harapan itu bukan tanpa alasan. Sebagai mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Mualem selama ini dikenal sebagai tokoh yang konsisten memperjuangkan hak-hak Aceh, baik dalam konteks politik, ekonomi, hingga aset daerah.
“Rakyat Aceh menunggu keberanian Mualem. Kalau bukan dia yang bersuara, siapa lagi yang bisa melawan dominasi pusat atas tanah wakaf ini?” kata seorang tokoh muda Aceh yang enggan disebutkan namanya.
Banyak pihak menilai, Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan sebelumnya belum cukup tegas untuk menghadapi klaim institusi negara terhadap aset tanah wakaf tersebut. Kini, publik menaruh harapan pada Mualem yang secara terbuka dikenal vokal dalam membela martabat Aceh.
Sementara Gubernur Mualem hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait polemik tanah wakaf Blang Padang. Namun dari pernyataan-pernyataan terdahulunya, ia pernah menegaskan bahwa aset wakaf, tanah ulayat, dan simbol sejarah Aceh harus dikembalikan ke pemilik yang sah.
Kini publik Aceh menunggu, apakah Mualem akan berani menyuarakan kebenaran, menantang struktur negara, dan memulihkan tanah Blang Padang menjadi milik umat, rakyat dan Pemerintah Aceh.
Sebuah langkah yang bukan hanya soal administrasi pertanahan, tetapi juga soal harga diri dan sejarah.
Di tangan Gubernur Aceh sekarang, publik berharap ada keberanian untuk bertindak. Tanah itu menunggu untuk dikembalikan, dan Aceh menunggu Mualem untuk membuktikan kepemimpinannya.
- aset daerah Aceh
- Badan Wakaf Indonesia Aceh
- Blang Padang
- BPK Aceh
- BPN Aceh
- Gubernur Aceh Muzakir Manaf
- hak pakai TNI
- identitas Islam Aceh
- Kodam Iskandar Muda
- konflik aset publik
- konflik pertanahan Aceh
- konflik tanah Aceh
- konflik TNI dan pemerintah daerah
- Masjid Raya Baiturrahman
- mualem
- Pemimpin Aceh
- perjuangan aset Aceh
- pewakaf Blang Padang
- rakyat Aceh
- sejarah Banda Aceh
- sejarah Blang Padang
- sengketa aset Aceh
- tanah alun-alun Kesultanan
- tanah ulayat
- tanah wakaf Aceh
- tanah wakaf Kesultanan Aceh
- tanah wakaf masjid
- tanah wakaf vs tanah negara
- utama
- warisan budaya Aceh
- www.infoaceh.net