BANDA ACEH — Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Zulfadli memberikan penjelasan terkait mandegnya realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2024 yang belum bisa dilaksanakan hingga akhir Februari ini.
Menurut Zulfadli, dari dinamika yang berkembang, proses rasionalisasi APBA 2024 hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah dilakukan sepihak oleh Pemerintah Aceh tanpa ada koordinasi dengan pihak DPRA sehingga berdampak terjadinya pemotongan anggaran belanja pada beberapa SKPA.
“Pernyataan yang disampaikan oleh Pemerintah Aceh dalam hal ini atas perintah Pj Gubernur Aceh yang pada pokoknya menuduh dan menyudutkan seolah-olah pihak DPRA yang melakukan proses dan upaya untuk mengutak-atik terhadap anggaran APBA 2024 baik pada proses pembahasan maupun koreksi dari Mendagri adalah tuduhan yang tidak mendasar dan tidak logis,” ujar Ketua DPRA Zulfadli dalam keterangannya, Jum’at (23/2).
Buktinya, ungkap Zulfadli, tindakan yang disampaikan sangat bertolak belakang dimana pihak DPRA dituduh secara berencana dan penuh kesengajaan merubah estimasi Silpa 2023 terhadap APBA 2024 sekitar Rp 400 miliar.
Padahal pada kenyataanya DPRA sama sekali tidak melakukan hal tersebut, malah yang melakukan utak-atik adalah tim Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) atas perintah Pj Gubernur Aceh, dan oleh karena itu DPRA meminta kepada Pj Gubernur Aceh agar mengklarifikasi pernyataan tersebut supaya tidak terjadi polemik dan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.
Terdapat beberapa usulan perbaikan hasil koreksi Mendagri yang seharusnya dilakukan pembahasan secara bersama untuk kepentingan mencari alternatif jalan yang baik untuk keberlangsungan pembangunan Aceh tidak dilakukan dengan DPRA.
“Maka berdasarkan perihal tersebut jika di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran atas kebijakan penetapan anggaran APBA 2024, maka ini menjadi catatan yang harus dipertanggungjawabkan oleh pihak Pemerintah Aceh,” tegasnya.
Lebih lanjut Zulfadli menambahkan, selama proses pembahasan dan koreksi Mendagri atas APBA 2024 Pj Gubernur Aceh sama sekali tidak membuka ruang untuk bertemu dengan Ketua DPRA dan buktinya selama ini selalu mendorong Tim TAPA yang dipaksa secara langsung untuk bertemu dan membahas anggaran.
Sehingga tindakan ini sangat tidak masuk akal jika kemudian seolah-olah pihak DPRA yang tidak kooperatif dalam membahas anggaran, seharusnya berbicara etika maka pembahasan anggaran dan pengambil keputusan tertinggi harus dilakukan antara Pj Gubernur Aceh dan Ketua DPRA dan bukan diwakili oleh tim TAPA.
Sesuai mekanisme yang ada proses penyempurnaan hasil evaluasi Mendagri dimaksud dilakukan oleh Kepala Daerah melalui TAPA bersama DPRA dan hasil penyempurnaan tersebut ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan DPRA.
“Dengan ini DPRA menyimpulkan rasionalisasi APBA 2024 hasil evaluasi Mendagri belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh Pemerintah Aceh, maka pimpinan DPRA belum dapat menandatangani Keputusan Pimpinan DPRA tentang Penyempurnaan hasil evaluasi Mendagri terhadap Rancangan Qanun Aceh tentang APBA 2024,” sebutnya.
Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa “dalam hal keputusan Pimpinan DPRD mengenai hasil penyempurnaan tidak diterbitkan sampai dengan 7 hari sejak diterima hasil evaluasi dari Menteri, Kepala Daerah menetapkan Perda APBD berdasarkan hasil penyempurnaan”.
“Namun sekarang kami menyerahkan sepenuhnya kepada Pj Gubernur Aceh untuk menentukan solusi yang terbaik,” pungkasnya. (IA)