Gubernur Undang Forbes DPR-DPD RI Aceh Bahas Sengketa 4 Pulau dan Revisi UUPA
Banda Aceh, Infoaceh.net – Pemerintah Aceh melalui Sekretariat Daerah mengeluarkan undangan resmi kepada para Anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh untuk menghadiri pertemuan strategis yang akan membahas dua isu krusial bagi masa depan Aceh, yaitu penyelesaian sengketa empat pulau dan revisi Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Pertemuan ini dijadwalkan berlangsung pada Jum’at malam, 13 Juni 2025, pukul 20.00 WIB di Restoran Pendopo Gubernur Aceh.
Undangan yang dikeluarkan pada tanggal 10 Juni 2025 tersebut bersifat segera dan ditandatangani oleh Plt. Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, M Nasir Syamau, atas nama Gubernur Aceh.
Dalam surat bernomor 500.17.4/6946 itu, Pemerintah Aceh secara resmi meminta kehadiran para legislator pusat asal Aceh dalam forum konsolidasi bersama yang difokuskan pada dua agenda utama yang tengah menjadi sorotan publik dan pemerintah.
Dua Isu Strategis: Sengketa Wilayah dan Penguatan Otonomi Aceh
Pertemuan ini bertujuan memperkuat sinergi antara Pemerintah Aceh dan Forbes DPR/DPD RI asal Aceh dalam menyikapi sengketa wilayah terhadap empat pulau yang diklaim sebagai bagian dari Aceh.
Sengketa tersebut disebut-sebut telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat dan membutuhkan perhatian serta dukungan politik dari para wakil rakyat di Senayan.
Selain itu, agenda penting lainnya adalah pembahasan revisi terhadap Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA), sebagai payung hukum utama pelaksanaan otonomi khusus Aceh yang lahir dari kesepakatan damai Helsinki.
UUPA selama ini menjadi dasar bagi pelaksanaan berbagai kebijakan otonomi Aceh, termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam, pelaksanaan syariat Islam, serta struktur kelembagaan pemerintahan yang berbeda dari provinsi lain di Indonesia.
Namun, berbagai pihak telah mengusulkan adanya revisi terhadap beberapa pasal dalam UUPA untuk memperkuat kedudukan hukum Aceh dan menyesuaikannya dengan dinamika nasional serta perkembangan hukum tata negara.
Revisi ini juga dimaksudkan agar kewenangan Aceh dalam mengelola kepentingan daerah tetap terlindungi secara konstitusional dan tidak terkikis oleh regulasi nasional yang lebih baru.