Habiskan Anggaran Rp238 Miliar Bangun 6 Batalyon TNI di Aceh, Haji Uma: Melanggar MoU Helsinki
Jakarta, Infoaceh.net — Pembangunan enam batalyon TNI baru di wilayah Provinsi Aceh menghabiskan anggaran yang mencapai Rp238 miliar.
Anggota DPD RI asal Aceh, H Sudirman atau Haji Uma, secara tegas menolak rencana pemerintah menambah enam batalyon TNI di Aceh.
Penolakan tersebut disampaikan Haji Uma dalam rapat Komite I DPD RI, Rabu (25/6/2025), di Jakarta.
Menurut Haji Uma, kebijakan tersebut bertentangan langsung dengan perjanjian damai Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki yang diteken pada 2005, yang secara tegas membatasi jumlah personel TNI di Aceh sebanyak 14.700 orang.
“Kesepakatan ini lahir dari perjuangan panjang rakyat Aceh. Negara wajib menghormatinya,” tegas Haji Uma.
Proyek Besar, Anggaran Fantastis, Tanpa Libatkan Daerah
Ia juga mengkritik besarnya anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan fasilitas militer di enam wilayah Aceh, yakni Kabupaten Aceh Singkil, Nagan Raya, Pidie, Gayo Lues, Aceh Tengah, dan Aceh Timur.
Berdasarkan data LPSE Kementerian Pertahanan, nilai proyek ini mencapai lebih dari Rp238 miliar.
Meski proyek di Aceh Singkil dengan anggaran Rp40 miliar dibatalkan setelah adanya pemindahan lokasi oleh Panglima TNI, lima proyek lainnya tetap berjalan dan sebagian besar menggunakan skema penunjukan langsung.
“Anggaran besar ini digelontorkan tanpa komunikasi. Rakyat tidak tahu, Pemerintah Aceh pun tidak diajak bicara. Ini sangat disayangkan,” kata Haji Uma.
Alasan Ketahanan Pangan Dinilai Tak Masuk Akal
Pemerintah pusat berdalih bahwa penambahan batalyon untuk mendukung program ketahanan pangan. Namun Haji Uma menilai alasan itu tidak masuk akal.
“Kalau ingin memperkuat ketahanan pangan, libatkan petani, bukan menambah pasukan. Alasan ini tidak logis dan justru menimbulkan kecurigaan,” kritiknya.
Ia juga mengingatkan bahwa lokasi pembangunan berada di bekas wilayah konflik, yang berisiko membangkitkan trauma dan menimbulkan ketidaknyamanan masyarakat.
Haji Uma menyayangkan sikap pemerintah pusat yang dinilai mengabaikan aspirasi rakyat Aceh. Ia menegaskan bahwa masyarakat bukan menolak TNI, melainkan menginginkan penempatan pasukan yang proporsional dan sesuai semangat damai.
“Kalau negara sendiri yang melanggar MoU Helsinki, bagaimana rakyat bisa percaya?” ujarnya.
Desak Proyek Dihentikan dan Kebijakan Dievaluasi
Sebagai langkah konkret, Haji Uma mendesak Komite I DPD RI untuk menyampaikan langsung keberatan ini kepada Panglima TNI dan Menteri Pertahanan (Menhan). Ia meminta agar proyek pembangunan enam batalyon dihentikan sementara dan dievaluasi secara menyeluruh.
Haji Uma menutup pernyataannya dengan komitmen untuk terus membela hak-hak rakyat Aceh. Ia menyerukan semua pihak untuk kembali pada semangat rekonsiliasi dan tidak mencederai perjanjian damai yang telah menjaga ketenangan Aceh selama 20 tahun.
“Jika dibiarkan, proyek pembangunan batalyon baru TNI ini bisa dipolitisasi pihak-pihak tertentu dan merusak semangat perdamaian yang telah dibangun selama hampir dua dekade,” tutupnya.
- Anggaran batalyon TNI Rp238 miliar
- Haji Uma tolak batalyon TNI di Aceh
- Kontroversi proyek militer di Aceh
- MoU Helsinki dibatalkan secara sepihak
- Pelanggaran MoU Helsinki 2005
- Pembangunan batalyon TNI tanpa konsultasi
- Penambahan pasukan TNI di Aceh
- Penolakan pembangunan TNI oleh rakyat Aceh
- Proyek pembangunan batalyon TNI
- Reaksi DPD RI soal batalyon baru TNI
- utama