Kerap Berdoa dari Pematang Sawah Kala Menatap Pesawat, Kini Nek Munirah Tiba di Tanah Suci
MEKKAH, Infoaceh.net – Nenek Munirah (74), jamaah haji asal Aceh Besar yang telah menabung selama 19 tahun dari hasil panen sawah, akhirnya tiba di Tanah Suci tahun ini
Ia termasuk dalam Kloter 11 Embarkasi Aceh (BTJ-11) yang telah mendarat di Bandara Internasional King Abdulaziz, Jeddah, Kamis (29/5/2025) pukul 07.46 waktu Arab Saudi atau sekitar 12.00 WIB.
Sebanyak 393jamaah diberangkatkan dari Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang, Aceh Besar, menggunakan pesawat Garuda Indonesia nomor penerbangan GIA2111, dengan durasi penerbangan sekitar 8 jam.
Ketua Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Embarkasi Aceh, Azhari menyampaikan bahwa seluruhjamaah dalam kondisi stabil dan melanjutkan perjalanan darat menuju Kota Mekkah.
“Alhamdulillah, seluruh jamaah Kloter 11 sudah mendarat dengan selamat,” ujarnya, mengutip laporan dari Ketua Kloter 11, Jalaluddin
Momen Pelepasan di Asrama Haji Pelepasan jamaah berlangsung sehari sebelumnya, Rabu (28/5), di Aula Jeddah, Asrama Haji Embarkasi Aceh. Kloter ini terdiri dari 386 jamaah asal Aceh Besar (369 orang), Banda Aceh (9), Pidie Jaya (6), dan Aceh Singkil (2).
Pelepasan dilakukan Plh. Sekda Aceh Besar, Muhammad Ali, sementara Anggota Badan Pelaksana BPKH 2022–2027, Amri Yusuf turut menyampaikan pesan spiritual tentang esensi haji.
Dari jumlah tersebut, terdapat 148 jamaah laki-laki dan 238 perempuan. Salah satu jamaah perempuan yang mencuri perhatian adalah Nek Munira.
Doa dari Pematang Sawah yang Diijabah Munirah, warga Gampong Lheue Cureh, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, adalah seorang janda sejak 2002 yang membesarkan lima anak dari hasil menggarap dua petak sawah peninggalan almarhum suaminya.
Keinginannya untuk berhaji tumbuh sejak mengantar kakak iparnya ke Bandara SIM pada tahun 2006. Saat melihat pesawat lepas landas, hatinya tergerak.
“Lam cot uroe watee lon di blang, lon kalon nyan kapai haji di ateuh… Lon meudoa, ‘Ya Allah, peu keuh lon ek trok u Tanoh Suci?,” kenangnya.
(“Saat di sawah, saya melihat pesawat haji melintas. Saya berdoa, ‘Ya Allah, mungkinkah saya juga bisa sampai ke Tanah Suci?”)
Sejak itu, Munirah menabung dari hasil panen. Setelah kebutuhan pokok, zakat, dan biaya anak-anak terpenuhi, sisa uang ditabung. Kadang satu juta, kadang dua juta rupiah per panen, tergantung hasil. Tabungannya juga diubah ke bentuk emas dan sapi.
Pada 2012, ia resmi mendaftar haji berkat bantuan anak bungsunya, Almuzanni. Namun, keberangkatannya tertunda karena pengurangan kuota haji saat renovasi Masjidil Haram, serta pandemi Covid-19 yang melanda setelahnya.
Akhirnya, pada tahun 2025, kabar bahagia datang. Namanya masuk daftar calon jamaah haji.
“Alhamdulillah, tahun ini saya mendapat panggilan setelah lama menunggu,” kata Munira, menahan haru.
Didampingi Anak dan Bertemu Keluarga di Tanah Suci Munirah tak sendiri. Anak sulungnya, Syahrial Fardi, juga mendapat kesempatan mendampingi ibunya berkat regulasi pendampingan lansia dari Kementerian Agama. Bahkan, adik kandung dan keponakannya juga dijadwalkan berhaji tahun ini.
Seluruh biaya keberangkatan Munirah berasal dari hasil menabung selama hampir dua dekade. Tak ada sponsor, tak ada pinjaman. Hanya hasil panen dan ketekunan.
Kisah Munirah menjadi inspirasi tentang harapan, kesabaran, dan kekuatan doa seorang ibu.
“Semoga Ibu Munira dan seluruh tamu Allah meraih haji mabrur,” harap Azhari, yang juga menjabat sebagai Kakanwil Kemenag Aceh.