Rektor Unsyiah Prof Samsul Rizal didampingi Kadis Kesehatan Aceh dr. Hanif meresmikan laboratorium Penyakit Infeksi Unsyiah untuk pengujian spesimen swab pasien terkait Covid-19 dengan RT-PCR, di Fakultas Kedokteran, Rabu (6/5).
Banda Aceh — Laboratorium Penyakit Infeksi Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) telah dinyatakan siap untuk pengujian spesimen swab (usap dahak) pasien terkait Coronavirus Disease (Covid-19) dengan menggunakan sistem Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).
Hal ini ditandai dengan peresmian fasilitas tersebut oleh Rektor Unsyiah Prof Dr Ir Samsul Rizal, M.Eng di Fakultas Kedokteran Unsyiah, Rabu (6/5). Turut hadir Kadis Kesehatan Aceh dr. Hanif, Direktur RSDUZA dr. Azharuddin, Dekan Fakultas Kedokteran Unsyiah Prof. Dr. Maimun Syukri, Kepala Balai Litbang Kesehatan Aceh, Fahmi Ichwansyah Kepala BPBA, Sunawardi, Ketua IDI Aceh, dr. Safrizal Rahman, para Wakil Rektor, Dekan, serta Tim Satgas Covid-19 Unsyiah.
Dekan Fakultas Kedokteran Unsyiah Prof. Dr. Maimun Syukri Sp.PD (K) mengatakan, laboratorium penyakit Infeksi ini bertujuan untuk membantu masyarakat khususnya di daerah Aceh dan Indonesia umumnya. Laboratorium ini juga berkolaborasi dengan Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kesehatan Aceh.
Selain itu, Prof Maimun juga mengungkapkan, reputasi adalah hal yang penting bagi Unsyiah dalam memungsikan laboratorium penyakit infeksi ini. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Unsyiah baru meresmikannya sekarang.
“Karena kita menjaga reputasi. Di samping ada masalah transportasi bahan yang kita tunggu beberapa hari. Alhamdulillah, hari ini sudah datang semua,” ucap Prof. Maimun.
Rektor mengungkapkan, laboratorium penyakit infeksi Unsyiah ini bisa melakukan pengujian sebanyak 400 sampel perhari, dan hasilnya dapat diketahui dalam waktu 12 jam.
Semua tenaga ahli yang bertugas di laboratoriumini juga sudah tersertifikasi. Termasuk standar kemanan lab telah Biosafety Level 2.
“Karena syarat pemerintah laboratorium itu boleh tes pasien Covid-19 apabila biosafety-nya level dua, dan kita sudah lewat dua yaitu dua setengah,” jelas Rektor.
Kehadiran laboratorium ini menurut Rektor adalah bentuk kepedulian Unsyiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan ke depan. Mengingat wabah Covid-19 ini yang kabarnya berasal dari kelelawar, telah menarik perhatian dunia terhadap masalah zoonosis.
Maka melalui laboratorium ini, Unsyiah ingin terus mengembangkan riset terkait hal tersebut.
Rektor mengungkapkan, setelah wabah Covid-19 ini usai maka laboratorium penyakit infeksi ini akan menjadi research sharing dari beberapa fakultas dan prodi di Unsyiah. Sebab Rektor ingin, Unsyiah tidak hanya menghasilkan proses belajar, tapi harus mampu menghasilkan penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat.
“Saya menyampaikan terima kasih atas dukungan Pemerintah Aceh untuk laboratorium ini. Semoga kolaborasi antara Balitbang Kesehatan Aceh dengan Unsyiah, mampu menjadikan Aceh sebagai rujukan utama pengembangan kesehatan di Indonesia,” harap Rektor.
Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr. Hanif, yang hadir mewakili Plt. Gubernur Aceh mengatakan, Pemerintah Aceh menyambut baik kehadiran laboratorium ini. Sebab penelitian di laboratorium sangat dibutuhkan oleh pasien yang terpapar virus Corona, yaitu untuk mengetahui dampak infeksi yang dialaminya.
Meskipun saat ini Balitbang Kesehatan Aceh telah memiliki laboratorium yang dilengkapi RT-PCR, namun hal tersebut tidaklah cukup karena pemeriksaan PCR hanya untuk mengetahui jenis dan jumlah virus.
“Sedangkan untuk melihat dampak virus itu membutuhkan sistem uji yang lain, di sinilah penting keberadaan laboratorium penyakit infeksi ini, guna mendukung penelitian dan kerja tim medis,” ucapnya.
Hanif berharap, keberadaan laboratorium ini bisa membantu untuk mendapatkan data yang akurat oleh tim medis dalam memahami kondisi seorang pasien. Sebab data tersebut akan menjadi bahan pertimbangan yang penting bagi tim medis dalam memberikan pengobatan.
Karenanya, ia berharap Unsyiah dapat mengoptimalkan sebaik mungkin keberadaan laboratorium ini untuk pengobatan pasien infeksi di Aceh.
“Dengan demikian, kita dapat menurunkan prevalensi penyakit infeksi di Aceh, sehingga mata rantai penyakit ini bisa diputuskan. Keberadaan laboratorium ini juga bukan hanya mendukung dari sisi penelitian di fakultas, tapi sangat bermanfaat bagi kerja tim medis,” pungkasnya. (m)