BANDA ACEH — Gubernur Aceh Nova Iriansyah mengharapkan jajaran komisioner Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, untuk dapat menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu di Aceh.
Hal tersebut dibutuhkan untuk mewujudkan keberlanjutan perdamaian dan pemenuhan keadilan bagi korban konflik.
“Dengan adanya pengungkapan kebenaran, maka segera dapat membantu tercapainya rekonsiliasi antara pelaku pelanggaran HAM, baik individu maupun lembaga dengan korban,,” kata Nova Iriansyah dalam Rapat Paripurna DPRA usai melantik tujuh Komisioner KKR Aceh periode 2021-2026 di Gedung Utama DPR Aceh, Jum’at (4/2).
Ketujuh komisioner KKR yang dilantik tersebut adalah Masthur Yahya sebagai Ketua dan Oni Imelva sebagai Wakil Ketua. Sementara lima anggota lainnya yaitu, Safriadi , Sharli Maidelina, Tasrizal, Yuliati dan Bustami.
Gubernur mengatakan, pengumpulan data oleh KKR Aceh selama lima tahun ke belakang terkait kasus pelanggaran HAM di Aceh masih perlu disempurnakan.
Untuk itu, dibutuhkan kerja-kerja yang lebih akurat, sistematis dan koordinatif ke depan.
Hal tersebut penting agar dapat diambil langkah judicial maupun non-judicial guna menyelesaikan kasus tersebut.
“Pengungkapan kebenaran yang dilakukan KKR Aceh bukanlah bertujuan untuk membuka kembali luka lama, akan tetapi lebih untuk menekankan pada upaya penyelesaian konflik secara komprehensif, ” ujar Nova.
Gubernur mengatakan, pihaknya komit untuk mendukung kerja-kerja KKR sebagai bentuk penguatan perdamaian Aceh. Beberapa kegiatan yang telah dilakukan Pemerintah Aceh untuk memperkuat perdamaian antara lain, melakukan konsolidasi perdamaian, pemberdayaan ekonomi masyarakat dan korban konflik, pelayanan dan rehabilitasi sosial masyarakat dan korban konflik, program pendidikan damai, serta program pencegahan dan mitigasi konflik.
Selain itu, kata Nova, ada 245 orang yang ditetapkan Pemerintah Aceh untuk mendapatkan reparasi mendesak sesuai Keputusan Gubernur Nomor 330/1269/2020, yang pelaksanaannya dilakukan oleh Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
“Untuk kasus-kasus yang sifatnya butuh penyelesaian mendesak, seperti reparasi bagi korban, tetap harus diprioritaskan,” kata Nova.
Nova juga meminta agar komisioner KKR segera menyusun Rencana Kerja Jangka Pendek dan Rencana Strategis Jangka Menengah. Dengan demikian kasus pelanggaran HAM di Aceh dapat diselesaikan sesuai konsep Keadilan Transisi yang akurat.
“Keberadaan Qanun Aceh Nomor 17 Tahun 2013 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh merupakan sebuah anugerah yang pantas kita syukuri, sebab Qanun itu menjadi payung hukum dalam memperkuat perdamaian dengan mengungkap kebenaran terhadap pelanggaran HAM, ” kata Nova.
Sementara Ketua DPR Aceh Dahlan Jamaluddin menyampaikan harapan besar segenap unsur DPRA terhadap komisioner KKR yang baru dilantik. Ia mengatakan kerja komisi tersebut tak hanya dinanti oleh rakyat Aceh, tapi juga menjadi model reparasi konflik bagi dunia.
“Kami juga mengharapkan agar komisioner KKR melaporkan kerja secara berkala kepada DPRA,” kata Dahlan.
Kepada gubernur, Forkopimda dan pemangku kepentingan lainnya, Dahlan mengharapkan agar kerja KKR didukung agar berjalan sesuai kewenangan sehingga perdamaian Aceh dapat terawat.
Ikut hadir mendampingi gubernur, Asisten Bidang Administrasi Umum Setda Aceh Iskandar, Kepala Biro Hukum Setda Aceh Amrizal J Prang dan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA. (IA)