Membungkam Ormas/OKP Aceh Dengan Dana Hibah Covid-19
Banda Aceh — Dalam dua hari ini beredar penerima dana hibah penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang dialokasikan Pemerintah Aceh di penghujung tahun 2020 kepada badan/lembaga/organisasi swasta di Aceh.
Terdapat sedikitnya 100 organisasi kemasyarakatan (Ormas), organisasi kepemudaan (OKP) dan organisasi kemahasiswaan di provinsi ini yang mendapatkan hibah dana dari hasil refocusing APBA 2020.
Alokasi dana hibah tersebut diberikan dalam rangka penanganan Covid-19. Total anggaran yang dihabiskan oleh Pemerintah Aceh untuk 100 lembaga tersebut mencapai Rp 9.597.000.000.
Anggaran yang dialokasikan untuk hibah tersebut, ditetapkan melalui Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh Nova Iriansyah, Nomor: 426/1675/2020, tentang Penetapan Penerima dan Besaran Dana Hibah Kepada Badan/Lembaga/Organisasi Swasta Dalam Rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 Provinsi Aceh Tahun 2020.
Menyikapi pemberian atau alokasi dana hibah Covid-19 itu, Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Banda Aceh,
Aminul Mukminin menyebutkan, bantuan tersebut merupakan bentuk dari upaya pembungkaman 100 lembaga kepemudaan, organisasi masyarakat dan kemahasiswaan, agar tidak bersikap kritis lagi kepada Gubernur Aceh Nova Iriansyah dan Pemerintah Aceh.
“Pemberian bantuan hibah Rp 9,6 miliar dari anggaran APBA 2020 hasil refocusing, untuk 100 lembaga kepemudaan, organisasi masyarakat dan kemahasiswaan, itu dilakukan untuk membungkam dan menutup mulut para aktivisnya agar tidak lagi mengeritik kinerja Pemerintah Aceh,” ujar Ketua Eksekutif LMND Kota Banda Aceh, Aminul Mukminin, dalam siaran persnya, Jum’at (15/1).
Ia menyebutkan, hibah yang berkisar mulai puluhan hingga ratusan juta untuk setiap organisasi tersebut, justru tidak memiliki hubungan sama sekali dengan upaya pencegahan dan penanggulangan Covid-19,
Yang ada justru untuk menyumpal mulut mereka, agar tidak ‘berkicau’ walaupun belasan triliun rupiah APBA 2020 dikelola secara tertutup oleh Pemerintah Aceh.
“Hibah itu untuk menutup mulut para pengurus organisasi tersebut. Secara kompetensi, apa urgensi mereka mendapatkan hibah sosialiasi Covid-19? Seperti apa program yang mereka lakukan? Hasilnya, lihatlah. Walau tetap kritis, para aktivis itu tidak ada yang kritik pengelolaan APBA 2020,” sebut Aminul.
Menurut Aminul, dengan hibah tersebut, Nova membuktikan satu hal, bahwa generasi muda Aceh mudah sekali dibeli. Hanya dengan hibah mereka bisa kehilangan rasa kepedulian terhadap Aceh. Padahal sepanjang 2020, dengan alasan darurat, anggaran daerah dikelola dengan sangat tertutup. Bahkan DPRA sendiri sampai sekarang tidak memiliki data tentang APBA hasil refocusing anggaran untuk penanganan covid-19.
Di sisi lain, tambah Aminul, pembagian hibah untuk 100 lembaga tersebut, membuktikan bila Nova tidak peduli pada pembangunan rakyat. Dia hanya fokus untuk menjaga kepentingan politiknya dengan mengendalikan berbagai lembaga kepemudaan, ormas dan organisasi kemahasiswaan, agar tidak ada yang berisik terhadap kinerjanya yang amburadul.
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian menilai, arah kebijakan pemberian dana hibah kepada 100 organisasi resebut tidak memiliki target yang jelas.
Sebab sejauh ini, tidak ada penjelasan dari pihak Pemerintah Aceh terkait kriteria, manfaat dan target dari dana yang dikucurkan.
Karena selama ini hampir seluruh elemen sudah terlibat dalam penanganan covid-19 sehingga tidak perlu harus mengalokasikan anggaran lagi untuk lembaga atau OKP.
Karena selama ini proses sosialisasi penanganan dan pencegahan covid-19 serta pengadaan masker itu sudah lama dilakukan oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat, bahkan juga dilakukan oleh Forkopimda kabupaten/kota.
“Karena ini dana hibah, Pemerintah Aceh perlu memberi penjelasan walaupun secara SK untuk pencegahan dan penanganan Covid-19 dan bersumber dari dana refocusing APBA 2020. Dengan dana Rp 9,5 miliar, target Pemerintah Aceh itu apa,” katanya.
Alfian menduga pemberian dana hibah kepada 100 organisasi swasta di Aceh merupakan bagian politisasi anggaran untuk kepentingan gubernur.
Ia menilai kebijakan pemberian dana hibah kepada lembaga ini lebih mengarah kepada kebijakan by design yang dilakukan gubernur Aceh untuk membungkam pemuda mahasiswa Aceh. (IA)