PT Rambong Meuagam Diduga Serobot Lahan Dayah Abu Tanoh Mirah
* Gubernur Aceh Diminta Bertindak Tegas
Infoaceh.net, BIREUEN — Konflik agraria kembali mencuat di Aceh. Kali ini, Yayasan Dayah Darul Ulum Abu Tanoh Mirah Kecamatan Peusangan, Bireuen mendesak Gubernur Aceh Muzakir Manaf, untuk segera mengambil langkah tegas menghentikan seluruh aktivitas PT Rambong Meuagam di atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang tengah disengketakan.
Yayasan juga menuntut perhatian atas kerugian besar yang dialami akibat aktivitas sepihak perusahaan tersebut.
Tanah seluas 183 hektar di Gampong Blang Mane, Kecamatan Peusangan Selatan, Kabupaten Bireuen, yang berdasarkan Sertifikat Nomor 27 Tahun 1997 dimiliki oleh Yayasan Dayah Abu Tanoh Mirah, sejak beberapa tahun terakhir diklaim sepihak oleh PT Rambong Meuagam dengan dasar HGU Nomor 05/HGU/BPN.11/2016.
Perusahaan perkebunan itu bahkan tetap melakukan aktivitas operasional di lahan tersebut, kendati status kepemilikan tengah dalam sengketa.
Kasus dugaan penyerobotan ini sebelumnya telah dilaporkan ke Polres Bireuen melalui STTLP/66/II/2025/SPKT/POLRES BIREUEN/POLDA ACEH pada 18 Februari 2025.
Permintaan Penghentian Operasional
Ketua Tim Kuasa Hukum Yayasan, Azhari Sy MH CPM meminta Gubernur Aceh segera mengeluarkan kebijakan penghentian sementara operasional PT Rambong Meuagam di lahan sengketa.
Menurutnya, keberadaan perusahaan di atas tanah pesantren sangat berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi komitmen Gubernur Aceh dalam memberantas mafia tanah dan membenahi tata kelola HGU di daerah yang selama ini menjadi sumber konflik dan ketimpangan sosial di Aceh.
“Kami memohon Gubernur Aceh bersikap tegas, demi mencegah kerusuhan sosial di tengah warga. Ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi juga menyangkut kehormatan lembaga pendidikan Islam yang sudah puluhan tahun hadir untuk umat,” tegas Azhari, dalam keterangannya, Selasa (29/4/2025).
Tuntutan Ganti Rugi dan Penegakan Hukum
Selain meminta penghentian aktivitas perusahaan, Yayasan juga menuntut Pemerintah Aceh memberikan perhatian terhadap kerugian ekonomi dan sosial yang diderita akibat hilangnya hak pengelolaan lahan.
Menurut Azhari, potensi ekonomi pesantren untuk membiayai program kemandirian santri serta pemberdayaan masyarakat sekitar telah dirampas secara nyata.
“Dayah kami kehilangan hasil kebun, program ekonomi mandiri pesantren terhenti, bahkan kehidupan sosial masyarakat sekitar ikut terdampak. Negara harus hadir membela pesantren, bukan membiarkan mafia tanah leluasa merampas hak lembaga pendidikan rakyat,” ujarnya.
Yayasan menaksir kerugian operasional dan ekonomi mencapai angka signifikan yang akan diajukan secara resmi kepada Pemerintah Aceh.
Di sisi lain, Yayasan juga meminta Kapolri memberi atensi khusus atas kasus ini. Penegakan hukum terhadap dugaan penyerobotan tanah harus berjalan sesuai prinsip Polri Presisi yang adil dan profesional.
Desakan Pencabutan HGU dan Kepastian Hukum
Secara administratif, Yayasan Dayah Abu Tanoh Mirah mendesak Menteri ATR/BPN RI untuk segera mencabut HGU PT Rambong Meuagam yang secara fisik tumpang tindih dengan lahan pesantren.
Mereka menuntut lahan itu dikembalikan menjadi hak penuh Yayasan, yang sejak jauh sebelum konflik terjadi telah memanfaatkannya untuk kepentingan pendidikan dan sosial.
“Kami ingin negara hadir secara nyata. Lembaga pendidikan pesantren adalah garda terdepan membangun moral dan ekonomi masyarakat Aceh. Negara harus memberikan perlindungan dan kepastian hukum,” tegas Azhari.
Tuntutan Penyelesaian Secara Adil dan Konstitusional
Dalam pernyataannya, Azhari berharap Pemerintah Aceh, Kepolisian dan Kementerian ATR/BPN RI dapat bekerja sinergis menyelesaikan kasus ini secara adil, konstitusional, dan berpihak pada rakyat kecil.
Ia menilai konflik agraria yang menimpa pesantren adalah gambaran nyata lemahnya pengawasan sektor HGU di Aceh, yang selama ini justru lebih berpihak pada kepentingan korporasi.
“Sudah saatnya negara berpihak pada lembaga pendidikan rakyat. Jika mafia tanah terus dibiarkan, maka pesantren-pesantren di Aceh akan terus menjadi korban konflik agraria yang berlarut-larut,” pungkasnya.