Prof Syahrizal Abbas menyampaikan ceramah usai Salat Subuh berjamaah yang digelar Jamaah Arafah di Masjid Taqwa Lhong Raya, Ahad (15/11)
Banda Aceh – Kehadiran Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) salah satu tujuannya adalah untuk membersihkan riba yang diharamkan dalam Islam, dan mengatur masyarakat Aceh dalam memperoleh harta secara halal.
Pernyataan tersebut disampaikan Guru Besar UIN Ar-Raniry, Prof Dr Syahrizal Abbas saat menyampaikan tausiyah usai Salat Subuh berjamaah yang dilaksanakan Jamaah Arafah di Masjid Taqwa Gampong Lhong Raya, Kecamatan Banda Raya, Kota Banda Aceh, Ahad (15/11).
Turut hadir Wakil Wali Kota Banda Aceh, Drs H Zainal Arifin, Anggota DPRK Banda Aceh Irwansyah, sejumlah Kepala SKPK di jajaran Pemerintah Kota Banda Aceh, dan jamaah lainnya mengikuti Safari Subuh Arafah tersebut.
“Pemerintah Aceh telah mengeluarkan Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS), yang pada prinsipnya membuat masyarakat Aceh mendapatkan harta yang halalan thayyiban,” ujar Prof Syahrizal Abbas.
Oleh karena itu, penceramah mengajak masyarakat untuk selalu menghindari riba yang haram dalam muamalah muasyarah sehingga akan membuat negeri Aceh penuh baraqah.
Dalam ceramah subuh tersebut Prof Syahrizal Abas juga menyampaikan bahwa salah satu pertanyaan dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada manusia di akhirat nanti adalah dari mana, bagaimana proses mendapatkan serta kemana harta itu kita dibelanjakan.
Dalam Surat Al-Baqarah syat 168, sebut Prof. Syahrizal, Allah berfirman, “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Penceramah yang juga Ketua Dewan Pengawas Syariah Bank Aceh Syariah ini menambahkan, mungkin kita bertanya, mengapa Allah ciptakan ada yang haram, karena untuk itulah Allah sudah anugerahkan kepada manusia akal pikiran untuk melihat keimanan/ketaatan kepada Allah sebagaimana yang sudah dibawa risalah oleh Nabi.
Manusia, tambahnya, punya akal dan pikiran yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya, tapi ada manusia yang juga melakukan yang haram, itu artinya manusia yang tidak menggunakan akal pikirannya.
Dikatakannya, sesuatu yang halal pasti thayyiban (baik), namun yang thayyiban belum tentu halal. Misalkan nasi yang thayyiban tapi kalau dari hasil pencurian ini namanya thayyib tapi itu haram karena diperoleh dengan cara yang tidak halal. (IA)