Seorang Pejabat di Aceh Tengah Gugat dan Usir Ibu Kandung dari Rumah
TAKENGON — Seorang aparatur sipil negara (ASN) yang merupakan pejabat yakni salah satu Kepala Bagian (Kabag) di Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Kantor Bupati Aceh Tengah, yakni AH menggugat ibu kandungnya yang berusia 71 tahun dan empat saudara kandungnya terkait penguasaan rumah dan tanah.
AH menggugat ibu dan adiknya agar mengosongkan rumah yang mereka tempati. Alasannya, rumah dan tanah tersebut milik AH sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat.
Dikutip dari SIPP PN Aceh Tengah, gugatan tersebut dilayangkan oleh AH ke Pengadilan Negeri Aceh Tengah pada 19 Juli 2021 dengan perkara perbuatan melawan hukum dengan nomor perkara 9/dt.G/2021/PN Tkn. Ada lima orang yang digugat, yaitu KA (ibu kandung penggugat), AF, FA, Muk, dan RA (adik kandung penggugat).
Gugatan utamanya dalam perkara itu adalah penggugat meminta hakim menerima dan mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya, yaitu menyatakan sebidang tanah seluas 894 meter persegi yang di atasnya berdiri satu pintu bangunan rumah tinggal permanen tiga lantai, berdasarkan Hak Milik Sertifikat Hak Milik No. 00759, Tanggal 16 Januari 2019, atas nama pemilik (Penggugat).
Rumah itu beralamat di Jalan Takengon – Isaq/Jalan Yos Sudarso, Kampung Blang Kolak II, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah. Selain itu, penggugat menyatakan kelima tergugat telah melakukan perbuatan hukum yang merugikan penggugat.
“Menghukum tergugat dengan tanggung jawab berantai untuk membayar ganti rugi kepada Penggugat secara tunai dan sekaligus kerugian materiil sebesar Rp 200 juta dan kerugian imateriil sebesar Rp 500 juta, maka jumlah kerugian seluruh kerugian yang harus dibayar oleh tergugat secara berantai kepada penggugat adalah sebesar Rp 700 juta selambat-lambatnya tujuh hari sejak keputusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap,” bunyi gugatan poin empat.
AH juga meminta hakim menghukum tergugat mengosongkan objek sengketa. Poin lain dalam gugatan itu adalah menyatakan penyitaan uang jaminan (conservatoir beslag) yang sah dan berharga atas tanah/bangunan milik masing-masing tergugat yang terletak di Kampung Blang Kolak II, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah.
“Menghukum terdakwa dengan membayar uang paksa (Dwangsom) kepada Tergugat sebesar Rp 10 juta per hari keterlambatan pemenuhan isi putusan ini dengan baik, terhitung sejak putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap,” isi gugatan selanjutnya.
Kuasa Hukum tergugat atau ibu kandung AH, Bobby Santana Sembiring mengamini bahwa rumah itu memang milik penggugat jika dilihat dari sertifikat. Bahkan, AH juga sudah melarang orang tuanya tinggal di rumah tersebut.
“Di atas kertas milik dia. Dia juga sudah bilang ke ibu dan adiknya bahwa mereka tidak berhak tinggal di situ,” kata Bobby kepada wartawan, Rabu (17/11) seperti dilansir dari CNN Indonesia.
Dalam persidangan, kata Bobby, penggugat atau AH tidak mampu menghadirkan saksi bahwa rumah dan tanah tersebut miliknya. AH hanya melampirkan sertifikat dan tanda bayar pajak saja.
“Sertifikat yang dijadikan bukti oleh AH tidak bisa dijelaskan oleh saksi, bahkan dia tidak mampu menghadirkan saksi,” katanya.
Bobby juga meragukan sertifikat tanah yang dimiliki oleh AH. Sebab, AH sempat meminta sertifikat tanah itu ke ibunya dengan alasan agar tidak dijual oleh adik laki-lakinya.
Namun AH diduga mengubah nama pemilik di dalam sertifikat itu tanpa sepengetahuan orang tua, adik dan ahli waris lainnya.
“AH pernah meminta sertifikat rumah itu ke ibunya dengan alasan, dia yang menyimpan karena anak yang paling tua agar tidak dijual oleh saudara laki-lakinya. Malah dialihkan nama sertifikat tanah itu tanpa sepengetahuan ibu dan adik-adiknya,” katanya.
Bobby juga menyesalkan tindakan AH yang tega menggugat dan mengusir orang tuanya dari rumah mereka sendiri.
“Artinya kan di mana hati nurani anak terhadap ibu dan adik-adiknya yang mengusir mereka dari rumah ibunya sendiri,” ucapnya.
Sejauh ini, kasus anak menggigat dan mengusir orang tua kandungnya itu juga sudah menjadi perbincangan di media sosial.
Bahkan, videonya kini menjadi viral dam beredar luas di berbagai media sosial.
Dilihat detikcom, Rabu (17/11/2021), perempuan penggugat berinisial AH tampak meninjau rumah tiga lantai bersama sejumlah orang. Peninjauan itu disebut bagian dari sidang lapangan.
Di sekitar rumah, tampak ibu kandung penggugat serta sejumlah saudaranya. Ibu kandung penggugat sempat melontarkan kata ‘durhaka’ ketika perempuan itu melintas.
“Pak bupati ini anggota bapak. Pegawai negeri sipil ini digugatnya mamaknya si tua ini. Nggak tahu diri ini mamak sendiri kau,” kata perempuan dalam video.
Dalam video, tampak AH tidak menjawab. Dia terlihat berjalan meninggalkan lokasi.
KA (71), ibu kandung AH merasa sedih karena diusir oleh anak kandungnya dari rumahnya sendiri yang selama ini dia tempati. Penggugat adalah anak tertuanya dari 11 bersaudara.
Menurut KA, rumah ini adalah warisan dari ayahnya dan bukan hanya dia (AH) yang berhak, karena ada adik-adiknya yang lain. “Coba bapak bayangkan seorang ibu diusir dari rumahnya sendiri oleh anaknya,” pungkasnya. (IA)