Abu Keumala, Ulama Ahli Tauhid Yang Kuat Ingatannya
Abu Keumala di tahun 1953 telah merantau ke Medan untuk mengembangkan ilmunya disana ketika keadaan Aceh kurang kondusif. Sedangkan Abuya Aidarus pulang ke Kampar Riau pada tahun 1956, juga demikian dengan Abu Samsuddin Blangporoh dikirim oleh Abuya Muda Waly ke Sangkalan untuk menjadi guru bagi masyarakat Sangkalan pada tahun 1956.
Adapun para ulama yang periode sesudah mereka yang juga sudah alim-alim sebelum ke Darussalam mereka pulang di tahun 1957 seperti Abu Abdullah Tanoh Mirah, tahun 1958 Abon Samalanga.
Di Tahun 1953 umumnya juga banyak para ulama yang baru tiba di Darussalam seperti Abu Usman Lhueng Ie tiba di tahun 1952, Abu Muhammad Zamzami Lam Ateuk di tahun 1953, dan para ulama lainya.
Kebanyakan murid-murid Abuya yang belajar di kelas Bustanul Muhaqqiqin telah pernah belajar lama di dayah lainnya, sehingga memiliki ilmu yang memadai untuk masuk dikelas Bustanul Muhaqqiqin yang diistilahkan dengan kelas “Doktor” di Dayah Darussalam pada Labuhan Haji.bMata pelajaran yang diajarkan oleh Abuya di kelas ini termasuk berat.
Para ulama yang belajar di kelas Bustanul Muhaqqiqin mengkaji Kitab Tuhfatul Muhtaj karya Imam Ibnu Hajar al-Haitami, seorang Imam Besar dalam Mazhab Syafi’i.
Abuya hanya membaca beberapa baris saja yang kemudian dikaji secara tahqiq dan tadqiq artinya secara mendalam. Dan para ulama yang berhadir paling tidak sudah melakukan muraja’ah ke berbagai referensi lainnya untuk Matan Tuhfah yang dibaca dan diulas oleh Abuya.
Bahkan Abuya sendiri memiliki menulis Hasyiah diatas Hasyiah Syekh Syarwani dan Syekh Ubbadi bila beliau memiliki pandangan yang berbeda dari dua ulama besar tersebut yang mensyarah dan mengulas Kitab Tuhfah Imam Ibnu Hajar al-Haitami.
Dalam iklim yang demikianlah Abu Keumala dibimbing oleh Abuya Muda Waly. Selain itu Abu Keumala memiliki ingatan yang kuat dan bagus. Beliau mampu mengingat secara mendetil setiap apa yang diajarkan oleh Abuya walaupun telah berlalu puluhan tahun.
Hal ini terbukti ketika Abuya Muhibbudin Waly meminta kepada Abu Keumala untuk menulis sebuah tulisan yang menggambarkan keseharian Abuya Syekh Muda Waly yang disebut dengan Wadhifah Abuya, beliau mampu mengingat kebiasaan yang dilakukan Abuya dari hari Senin sampai Minggu dan beliau juga mengingat persis kejadian-kejadian yang terjadi di Dayah Darussalam selama beliau belajar di dayah tersebut.