Abu Nashruddin Daud, Ulama dan Politisi Aceh yang Hidup Sederhana Konsisten Berjuang Untuk Umat
Sehingga tidak mengherankan bila berbagai jabatan strategis pernah dipercayakan kepada Abu Nashruddin Daud. Abu Nash pernah menjadi Ketua PERTI Banda Aceh, pejabat teras PPP.
Selain itu beliau selama 27 tahun dipercaya oleh masyarakat Kuta Alam Banda Aceh sebagai Imam Chik Mesjid Baitul Alam sampai hari wafatnya beliau tahun 2000. Bahkan rentang tahun 1998 sampai 2001 Abu Nash ditunjuk untuk menjadi Pimpinan Dayah Inshafuddin dan pada waktu yang sama beliau juga anggota DPR RI dari PPP.
Dengan berbagai kiprah yang luas dan jabatan-jabatan strategis yang pernah diembannya, beliau adalah pribadi yang sangat sederhana dan sama sekali tidak memiliki ambisi apapun. Beliau menjalani hidupnya dengan penuh rasa prihatin terhadap masyarakatnya.
Abu Nash tidak memiliki mobil, walaupun beliau anggota dewan terhormat, kemana-mana beliau sering menaiki becak. Dan disebutkan oleh istrinya, untuk membantu perekonomian keluarga, istrinya berjualan nasi gurih di pagi hari. Walaupun demikian, Abu Nash tidak pernah menolak orang yang meminta.
Pernah kata anaknya, dalam perjalanan pulang menyampaikan pengajian di daerah seputaran Masjid Raya Baiturrahman, beliau melihat seorang pengemis yang sangat membutuhkan bantuan.
Tanpa melihat jumlah isi amplop, Abu Nash langsung memberikan amplop uang yang diberikan panitia acara tadi. Meskipun yang beliau berikan itulah satu-satunya yang beliau miliki.
Abu Nashruddin juga guru bagi masyarakat Banda Aceh terutama masyarakat Kuta Alam dan sekitarnya. Mereka tahu persis bagaimana menyenangkan mengikuti kajian keilmuan yang disampaikan oleh Abu Nashruddin Daud.
Ada panitia masjid menyampaikan bahwa mengaji dengan Abu Nash seperti kita sedang mendengarkan ilmu seutuhnya, sehingga jarang yang mau mencoba-coba berdebat dengan kealiman beliau. Selain itu Abu Nashruddin juga panelis dalam banyak simposium ilmiah, salah satunya acara yang diadakan oleh Inshafuddin.
Organisasi Inshafuddin sendiri merupakan organisasi yang mempersatukan pada ulama dan cendekiawan Aceh, diantara tokoh sentralnya adalah Abu Daud Zamzami, Abu Ismail Yakub dan Profesor Teungku Safwan Idris.