Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ulama Cendekia Aceh
Beliau lahir dari keturunan ulama pemangku jabatan Qadhi. Ayahnya bernama Qadhi Chik Teungku Muhammad Husein bin Muhammad Su’ud, seorang ulama di wilayah Lhokseumawe, demikian pula dari jalur ibunya Teungku Amrah binti Qadhi Chik Maharaja Mangkubumi Tengku Abdul Aziz. Disebutkan bahwa ibunya merupakan keturunan ulama dan juga bangsawan Aceh.
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy lahir di Lhokseumawe pada tahun 1904, semenjak kecil beliau telah ditanamkan semangat dalam belajar dan mencintai ilmu. Perjalanan intelektual Teungku Muhammad Hasbi Siddiqi dimulai dari belajar langsung kepada orang tuanya yang juga seorang ulama dan qadhi.
Setelah dibimbing oleh ayahnya dalam ilmu-ilmu dasar, pada usia delapan tahun mulailah beliau melakukan pengembaraan ilmunya, di mulai dari Dayah Piyeung Aceh Besar belajar kepada seorang ulama yang bernama Teungku Abbas, di Dayah Piyeung beliau lebih menfokuskan ilmu nahfu dan sharaf, tidak lama beliau di Piyeung beliau kemudian menuju ke Dayah Teungku Chik di Bluk Bayu dan seterusnya ke Dayah Teungku Chik di Blang Kabu Geudong dan kemudian di Dayah Blang Manyak Samakurok, tidak lama beliau didayah tersebut dalam rentang setahun-setahun.
Paling lama Teungku Muhammad Hasbi Siddiqi di Dayah Tanjungan Samalanga dayahnya Abu Idris Tanjungan ayah dari Teungku Haji Abdul Hamid Samalanga atau yang dikenal dengan Ayah Hamid.
Di Dayah Tanjungan beliau menetap sampai tahun 1925, beliau juga belajar menulis latin kepada anak gurunya yaitu Teungku Abdul Hamid. Setelah menimba ilmu selama tiga belas tahun dari dayah ke dayah, di tahun 1925 beliau sudah diijazahkan oleh gurunya untuk mendirikan dayahnya sendiri.
Disebutkan pula bahwa bahwa beliau pernah beberapa bulan belajar secara khusus kepada ulama Aceh Teungku Haji Hasan Kruengkalee di Siem.
Walaupun sudah menjadi seorang alim, Teungku Muhammad Hasbi Siddiqi kemudian ditahun 1926 berangkat ke Jawa untuk belajar kepada salah seorang ulama pembaharuan yang berasal dari Sudan yaitu Syekh Ahmad Soerkati.
Selama dua tahun beliau memperdalam ilmunya pada ulama tersebut yang kemudian telah mengubah haluan berfikir beliau sehingga lebih memilih aliran pembaharuan daripada aliran dayah yang selama ini telah dijalaninya.