Beliau adalah ulama Aceh keturunan Turki, dimana kakek-kakeknya merupakan pasukan khusus yang dikirim ke Aceh. Syekh Baba Daud bin Ismail bin Agha Mustafa bin Agha Ali al Rumi namanya, namun setelah menjadi Teungku Chik atau guru besar beliau dikenal dengan Teungku Chik Di Leupu.
Kehadiran Teungku Chik Di Leupu begitu penting dalam peta keilmuan Aceh. Mengingat gurunya Syekh Abdurrauf bin Ali al Fansuri al Singkili atau dikenal dengan Teungku Syikh di Kuala merupakan Syekhul Islam dan Mufti Kerajaan Aceh.
Teungku Chik Di Leupu adalah murid Syekh Abdurrauf al-Singkili yang memiliki wewenang penuh untuk mengedit dan menulis Tafsir Melayu Turjuman al-Mustafid yang merupakan Tafsir pertama di Asia Tenggara, dan merupakan saduran dari Kitab Tafsir Baidhawi karya Imam Baidhawi.
Mengenai Turjuman al Mustafid, para peneliti berkesimpulan bahwa Tafsir tersebut adalah yang pertama ada di Nusantara dan terjemahan dari Tafsir Baidhawi dan bukan dari Tafsir Jalalain yang juga banyak dikaji oleh masyarakat Aceh secara khusus.
Pandangan ini searah dengan pentashihan dari beberapa ulama terpandang Melayu seperti yang tertera di bagian akhir Kitab Tafsir Turjuman al Mustafid yaitu Syekh Daud Fathani, Syekh Ahmad Fathani dan Syekh Idris Kelantan.
Dan kalau ada seseorang yang sangat besar peranan dalam penyelesaian Tafsir tersebut itulah Syekh Baba Daud Rumi atau Teungku Chik Di Leupu.
Karena selain Teungku Chik Di Leupu, Syekh Abdurrauf al-Singkili memiliki beberapa nama murid lainnya yang juga para ulama besar seperti; Tuanku Ulakan yang berasal dari Padang Pariaman Sumatera Barat, Syekh Abdul Muhyi Pamijahan Jawa Barat, Tokku Pulo Manis Trengganu, dan ada yang menyebutkan bahwa Syekh Nayan al Firusi juga sempat belajar kepada Syekh Abdurrauf al-Singkili.
Sebagai murid khusus Syekh Abdurrauf al-Singkili, Teungku Chik Di Leupu mendidik banyak murid di Dayah yang didirikan oleh gurunya Syekh Abdurrauf al-Singkili, sehingga banyak ulama generasi berikutnya adalah murid dari Teungku Chik Di Leupu seperti Syekh Nayan al Firusi yang mendirikan Dayah Tanoh Abee, dan Syekh Faqih Jalaluddin yang merupakan salah satu penulis Kitab Lapan.
Selain sebagai murabbi yang hebat, Teungku Chik Di Leupu juga penulis produktif di antara kitabnya yang monumental adalah Kitab Masailal Muhtadin yang dirasakan keberkahannya sehingga dikaji sampai hari ini di seluruh Aceh.
Selain Kitab Masailal Muhtadin banyak karya tulis lainnya yang beliau torehkan, namun tidak sampai kepada kita.
Teungku Chik Di Leupu dapat disimpulkan sebagai seorang ulama besar Aceh yang berdarah Turki, dan beliau juga seorang ulama sufi dan murabbi yang hebat.
Walaupun demikian, tidak diketahui secara pasti tahun lahir dan wafat beliau, kemungkinan besar beliau lahir sekitar tahun 1650 dan wafat diatas tahun 1720.
Setelah pengabdian yang besar, maka wafatlah ulama besar tersebut. Rahimahumullah Rahmatan Wasi’atan.
Ditulis Oleh:
Dr. Nurkhalis Mukhtar El-Sakandary, Lc (Ketua STAI al Washliyah Banda Aceh, Pengampu Pengajian Rutin TAFITAS Aceh, dan Penulis Buku Membumikan Fatwa Ulama)