Teungku Chik Kuta Karang, Ulama Pejuang dan Penasehat Perang Aceh
Syekh Ahmad Khatib Sambas sendiri memiliki beberapa murid yang umumnya menjadi para ulama yang dikenal di wilayahnya masing-masing seperti Syekh Abdul Ghani Bima dan Syekh Abdul Karim Banten dan ulama lainnya.
Syekh Ahmad Khatib Sambas yang disebut disini berbeda dengan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau. Syekh Ahmad Khatib Minangkabau lahir sekitar tahun 1855 beliau berguru kepada keluarga Syatta di antaranya Syekh Sayyid Bakhri Syatta yang lahir sekitar tahun 1844, pengarang kitab Hasyiah I’anatuhthalibin dan beliau berguru kepada Syekh Ahmad Zaini Dahlan yang wafat tahun 1886 yang juga guru dari Syekh Nawawi al-Bantani dan gurunya para ulama Aceh yang umumnya bergelar teungku chik dan dianggap sebagai ulama besar seperti Teungku Chik Kuta Karang dan ulama lainnya.
Jadi pada era inilah Teungku Chik Kuta Karang hadir sebagai seorang penuntut ilmu yang kemudian menjadi seorang ulama yang diperhitungkan di Aceh. Setelah menyelesaikan masa belajarnya di Mekkah, pulanglah Syekh Haji Abbas Kuta Karang untuk menyebarkan ilmunya ke masyarakat.
Syekh Haji Abbas yang kemudian dikenal dengan Teungku Chik Kuta Karang pernah diangkat sebagai Syeikhul Islam atau Mufti Kerajaan Aceh pada kurun 1870-1874, karena mulai tahun 1873 awal perang terbuka antara Kerajaan Aceh dan Belanda yang ingin menjajah. Maka sejak itu Teungku Chik Abbas Kuta Karang dan para ulama lainnya bahu-membahu untuk mengusir penjajah. Perang yang paling sengit di Aceh terjadi dalam rentang 1881 – 1891.
Perang ini dipimpin oleh seorang ulama besar dari Tiro Pidie yaitu Teungku Chik Di Tiro, yang kemudian disokong oleh banyak para ulama besar lainnya seperti: Teungku Chik Abbas Kuta Karang, Teungku Chik Abdul Wahab Tanoh Abee, Teungku Chik Pantee Kulu, Teungku Chik Pantee Geulima, Teungku Chik Umar Diyan, Teungku Chik Ahmad Bungcala, Teungku Muda Kruengkalee dan juga para bangsawan Aceh seperti Tuwanku Hasyim Banta Muda, Teuku Panglima Polem Daud Syah, Tuwanku Raja Keumala dan lainnya.
Selain para teungku chik tersebut, di Aceh Barat juga hadir seorang tokoh pejuang yang sangat diperhitungkan oleh Belanda sepak terjangnya yaitu Teuku Umar Johan Pahlawan yang juga akhirnya syahid di medan pertempuran. Adapun isterinya Cut Nyak Dhien yang merupakan pahlawan yang hebat ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Sumedang dan wafat di Sumedang Jawa Barat, dan kuburnya sampai sekarang terawat di Sumedang.