Ancaman Penutupan Selat Hormuz, Bahlil Siap Genjot Lifting Minyak Nasional
Infoaceh.net – Pemerintah Indonesia bersiap menghadapi potensi lonjakan harga minyak global akibat eskalasi konflik di Timur Tengah dan ancaman penutupan Selat Hormuz.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan skenario tersebut menjadi perhatian serius karena dampaknya terhadap perekonomian nasional.
“Ketika Selat Hormuz ditutup, ini akan berdampak pada kenaikan harga minyak dunia,” ujar Bahlil, Rabu (25/6/2025).
Saat ini, harga minyak dunia masih relatif terkendali di bawah USD 80 per barel, namun potensi lonjakan di atas asumsi APBN sebesar USD 82 per barel tetap terbuka. Menanggapi situasi ini, pemerintah menyiapkan sejumlah strategi, terutama dengan menggenjot lifting minyak nasional.
“Perintah Presiden Prabowo kepada kami jelas, optimalkan lifting nasional. Saat ini ada sekitar 40 ribu sumur, tapi yang produktif hanya sekitar 16–17 ribu. Sisanya idle well,” kata Bahlil.
Sumur idle well, menurut Bahlil, masih menyimpan potensi besar yang belum dioptimalkan. Pemerintah akan mengevaluasi secara menyeluruh kinerja Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), dan tak segan memberikan teguran keras jika ditemukan praktik pengelolaan yang tidak maksimal.
Jika perlu, pemerintah siap mengambil alih sumur-sumur tersebut dan menawarkan kepada investor lain yang lebih kompeten dalam mengelola cadangan energi nasional.
“Kalau sumur tidak dikelola dengan baik, kita buka kesempatan bagi investor baru yang mampu dan siap berproduksi,” tegasnya.
Salah satu pendekatan utama pemerintah untuk meningkatkan lifting adalah melalui pemanfaatan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR). Teknologi ini terbukti mampu mengangkat kembali produksi dari sumur-sumur tua yang sudah menurun produksinya.
Bahlil mencontohkan keberhasilan proyek EOR di Natuna (Medco) dan Cepu (ExxonMobil) sebagai bukti konkret. Ia menyebut pada 26 Juni akan ada penambahan sekitar 30 ribu barel dari Lapangan Cepu, setelah sebelumnya Medco berhasil menyumbang 20 ribu barel dari Natuna.
“Ini langkah perlahan, tapi pasti, untuk membangun kembali ketahanan energi nasional dari dalam,” ujarnya.
Menurut Bahlil, bergantung pada pasokan global di tengah situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian merupakan kerentanan struktural. Karena itu, pemerintah menekankan pentingnya kemandirian energi, salah satunya dengan mengoptimalkan sumber daya yang sudah dimiliki di dalam negeri.
“Kita tidak bisa berharap pada pasar global terus-menerus. Harus dibangun ketahanan energi dari domestik,” tegasnya.
Langkah-langkah ini menjadi bagian dari kebijakan energi nasional dalam menghadapi tantangan geopolitik global, serta komitmen pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk menjamin ketahanan energi dan menjaga stabilitas fiskal.