Dinilai Hanya Berternak Uang Pinjaman PNS, Pj Gubernur Diminta Evaluasi Kinerja Bank Aceh
BANDA ACEH — Persoalan kemiskinan di Aceh menjadi sebuah persoalan yang begitu memprihatinkan. Pasalnya di tengah triliunan anggaran yang beredar di Aceh, sentuhan terhadap sektor ril dan masyarakat kecil masih belum dioptimalkan.
Bahkan, dari aspek kebijakan penyaluran pinjaman perbankan juga masih sangat minim menyentuh sektor ril.
“Tingkat kemiskinan di satu daerah dengan daerah lainnya di Aceh berbeda. Sebagai daerah termiskin di Sumatera, Pemerintah Aceh juga membutuhkan kontribusi dan uluran tangan Bank Aceh Syariah (BAS) sebagai lokomotif pembiayaan di Aceh yang dominan sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Aceh. Tapi, sangat disayangkan BAS hanya mampu menyentuh angka 26% pembiayaan untuk UMKM pada tahun 2021, semestinya hal ini bisa ditingkatkan, hanya saja kinerja dan pengawasan kerja bank kebanggaan rakyat Aceh tersebut masih jauh panggang dari api,” ujar Ketua Aceh Kreatif Delky Nofrizal Qutni kepada media, Kamis (13/10/2022).
Menurut Delky, Aceh dengan kekhususannya melalui Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) mewajibkan perbankan yang ada di wilayah Aceh untuk mengalokasikan 40% dana untuk pembiayaan UMKM. Hal ini lebih besar dari Peraturan Bank Indonesia Nomor 23 Tahun 2021.
“Aset Bank Aceh Syariah per tahun 2021 terhitung mencapai Rp 28 triliun lebih dan pembiayaan yang sudah tersalurkan Rp 16 triliun lebih. Namun hal ini masih didominasi oleh pembiayaan konsumtif yang diperuntukkan untuk ASN, sehingga belum mampu lebih maksimal menyentuh sektor riil di Aceh” sebutnya.
Alhasil, pertumbuhan ekonomi Aceh akan sulit untuk bangkit tanpa adanya produk pembiayaan yang mempermudah para pelaku usaha kecil menengah. Sehingga dapat dikatakan Bank Aceh Syariah gagal memanfaatkan kekhususan Aceh untuk menyentuh sektor usaha menengah ke bawah.
Masih menurut Delky, dari tahun ke tahun, BAS hanya fokus pada pinjaman PNS sementara uang rakyat cukup banyak disimpan di situ, bahkan suntikan penyertaan modal dari APBA tiap tahunnya mencapai ratusan miliar.
“Inikan sama saja dikatakan bahwa BAS hanya bisa ternak uang tanpa kerja hasilnya sudah banyak. Cukup jerat PNS yang ada di Aceh untuk kredit konsumtif saja, tanpa berpikir membuat terobosan untuk menunjang sektor riil yang produktif sehingga mampu mendongkrak perekonomian masyarakat Aceh,” jelasnya.
Dia juga menyarankan, jika BAS hanya terfokus pada pinjaman PNS, ada baiknya untuk Direksi BAS cukup 2 orang dan Komisaris cukup 2 orang.
“Toh, yang kerja itukan kepala cabang, untuk apa banyak-banyak direksi dan dewan komisaris jika hanya untuk mendapat fasilitas dan gaji belaka. Jika hanya sebatas fokus pinjaman PNS dan tak maksimal untuk UMKM, direksi dan dewan komisaris memang terima gaji buta, tanpa bekerja keras dan lakukan terobosan,” bebernya.
Mantan Kabid Advokasi Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA) itu menilai, selama ini BAS fokus kepada pinjaman PNS, sepertinya karena jaminan gaji, tidak macet dan ada asuransi.
“Inilah makanya BAS hanya asyik dengan menjerat PNS dengan pinjamannya, karena ada yang lindungi. Alhasil, sektor usaha riil seperti UMKM dan sektor produktif lainnya sangat minim disentuh BAS. Lalu, untuk apa Pemerintah Aceh suntik anggaran dengan jumlah besar, belum lagi uang masyarakat yang disimpan di sana,” katanya lagi.
Pihaknya meminta agar Pj Gubernur Aceh sebagai pemegang saham pengendali (PSP) Bank Aceh Syariah agar segera mereformasi kinerja bank plat merah itu.
“Jika sesuatu diserahkan kepada pihak yang bukan ahlinya maka kehancuran yang terjadi. Begitu juga dengan BAS, bisa kita lihat dari track record dan kompetensi dewan komisarisnya saja tidak pernah berkecimpung di bidang perbankan, lalu bagaimana melakukan pengawasan, apalagi terobosan. Jadi wajar-wajar saja jika bank plat merah itu sangat stagnan dalam hal pembiayaan UMKM atau terobosan lainnya seperti fasilitas visa dan sebagainya,” ucapnya.
Delky menegaskan, jika Pj Gubernur memang serius untuk memajukan perekonomian Aceh, maka salah satu hal yang perlu direformasi adalah organ yang berkaitan dengan pembiayaan yakni perbankannya.
“Jika kebijakan berani tersebut tidak dilakukan, maka pertumbuhan dunia usaha dan produktivitas pengelolaan sektor ekonomi riil akan sulit ditingkatkan.
Jangan sampai BAS yang seharusnya jadi kebanggaan rakyat Aceh justru hanya jadi alat untuk menjerat PNS dengan kredit konsumtifnya dan mensupport kontraktor besar yang dekat dengan kekuasaan dengan pembiayaan yang diberikan dengan mudahnya. Intinya rakyat dan pengusaha kecil akan terus menerus kesulitan dalam hal memperoleh pembiayaan dan endingnya pertumbuhan ekonomi Aceh hanya bergantung pada perputaran APBA. Sehingga ketika dana otonomi khusus (Otsus) Aceh berakhir, ekonomi Aceh masih sulit bangkit alhasil instabilitas dan konflik akan menjadi sesuatu yang sulit dihindari.
Untuk itu BAS juga memiliki tanggung jawab untuk mendongkrak dan menjaga stabilitas ekonomi Aceh melalui pembiayaannya, jika tidak ya hapus saja suntikan modal dari APBA dan APBK, atau pemerintah daerah sah-sah saja menarik modal sahamnya dan ditempatkan ke perbankan yang lebih berguna untuk membantu pemerintah mendorong perekonomian rakyatnya,” tegas Delky. (IA)