Muslahuddin Daud
Banda Aceh — Pengamat dan praktisi pertanian Aceh, Muslahuddin Daud meminta agar Pemerintah tidak melupakan para petani di provinsi ini di tengah upaya penanganan pencegahan wabah Coronavirus Disease (Covid-19) saat ini.
Menurutnya, hampir setengah masyarakat Aceh menggantungkan hidup mereka di sektor pertanian secara umum.
Petani merupakan produsen utama untuk ketahanan pangan dan sektor ini memiliki multi player effect kepada sektor lain terutama kelompok KUMKM yang menggantungkan kebutuhan bahan baku dari sektor ini.
“Apabila sektor ini berhenti, maka sebagian besar sektor lain juga tidak akan berjalan dengan maksimal,” ungkap Muslahuddin Daud yang juga Ketua DPD PDI Perjuangan Aceh ini, Ahad (5/4).
Dari sisi angka kemiskinan, berdasarkan Basis Data Terpadu (BDT), ada sekitar 800 ribu penduduk Aceh atau 15 % berada dalam garis kemiskinan. Dari jumlah tersebut 81 % dari mereka bekerja di sektor pertanian, sementara masyarakat lain yang masuk dalam kategori masyarakat ekonomi rentan ada sekitar 35-40 %.
Kelompok ini sangat besar berpotensi untuk kembali terjun bebas masuk dalam zona kemiskinan yang berpendapatan kurang dari 600 sebulan. Karenanya, sangat diperlukan kebijakan antisipatif yang mendukung sektor pertanian agar sektor lain tidak ikut tergerus oleh kelangkaan pasokan bahan pangan.
Muslahuddin Daud memberikan masukan kepada pemerintah. Pertama, memastikan seluruh proses produksi pertanian tetap berjalan lancar dengan merubah Good Agriculture Practice (GAP) sesuai dengan kebijakan pemerintah dalam merespon Covid-19.
Kedua, memastikan ketersedian alat mekanisasi pertanian mulai dari proses pembajakan hingga pemanenan. Ketersedian alat ini merupakan upaya dari physical distancing atau menjaga jarak fisik yang digalakkan pemerintah.
Ketiga, memastikan ketersedian agro input yang tepat waktu dengan jadwal penanaman seperti bibit, pupuk dan pestisida.
Untuk memastikan ini, maka aparatur kecamatan, kemukiman dan gampong di Aceh harus bersinergi dengan Balai Penyuluh Pertanian di tingkat kecamatan untuk memastikan penjadwalan. Laporan per kecamatan dengan luas garapan harus diketahui secara keseluruhan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan provinsi dan memerintahkan setiap Unit Pelaksana Teknis Daerah untuk melakukan aksi konkrit.
Keempat, para pemangku kepentingan pasca panen, seperti Bulog, para agen penampung, penyalur hingga pedagang harus mendapat SOP dan Protokol yang jelas dari pemerintah seperti apa mereka beroperasi di saat wabah Covid-19 seperti ini.
Ini sangat mendesak dilakukan karena hasil pantauan lapangan harga-harga barang sangat variatif di lapangan. Secara psikologis ini sangat penting karena apabila dalam durasi yang lama harga yang diambil di tingkat petani sangat rendah, berdasarkan pengalaman lapangan 50 % dari petani akan sulit untuk mengeluarkan biaya untuk penanaman kembali.
Kalau ini terjadi maka lonjakan-lonjakan harga pasti akan terjadi dan akan menimbulkan keresahan baru.
Kelima, sangat diperlukan Contigency Plan untuk para petani, andaikan akan ada partial lockdown atau karantina wilayah terbatas di lokasi wabah yang menyebabkan gagal produksi.
“Ini perlu diantisipasi dari awal agar terhindar dari penyakit kelangkaan makanan, yaitu meninggal karena busung lapar,” pungkas Muslahuddin Daud. (HS)