BANDA ACEH — Wacana revisi Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang digaungkan sejumlah kalangan tertentu mulai mendapat penolakan dari partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
Seperti halnya sikap tegas yang ditunjukkan oleh Partai Aceh (PA) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan menolak wacana revisi Qanun LKS tersebut.
Sikap tegas itu disampaikan oleh Juru Bicara (jubir) Partai Aceh, Nurzahri, Ahad (25/7). Pernyataan sikap Partai Aceh ini juga dituliskan Nurzahri melalui dinding laman facebook-nya.
“Kelemahan perbankan syari’ah bukan alasan untuk menghalalkan riba di bank konvensional. Solusi yang benar adalah memperbaiki sistem perbankan syariah agar memuaskan nasabah.
“Partai Aceh menolak upaya revisi dan akan tetap mempertahankan Qanun LKS,” tulis Nurzahri.
Nurzahri yang merupakan mantan Anggota DPRA ini mengungkapkan, Qanun LKS merupakan salah satu bentuk keistimewaan Aceh yang tidak dimiliki oleh daerah lain.
Selain itu, spirit atau semangat pemerintahan sendiri (self-governance) di Aceh, salah satunya juga tercermin dari Qanun LKS tersebut.
Qanun LKS juga merupakan upaya Pemerintah Aceh untuk mewujudkan pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah.
“Ini sebenarnya salah satu keberhasilan Pemerintah Aceh dalam mewujudkan pemerintahan sendiri melalui Qanun LKS,” jelasnya.
Nurzahri menilai, tujuan revisi qanun yang tidak jelas, karena yang diinginkan sebenarnya adalah untuk mengembalikan bank konvensional ke Aceh dan ingin menerapkan dual system banking. Beberapa partai bahkan mulai menggalang kekuatan.
Selain itu ada upaya untuk mengerdilkan atau mendegradasi keistimewaan dan kekhususan Aceh.
Penolakan revisi Qanun LKS juga disampaikan Ketua Fraksi PKS di DPRA, Zaenal Abidin ketika dimintai tanggapannya, Ahad (25/7).
Menurutnya, saat ini belum ada alasan yang kuat untuk merevisi Qanun LKS yang mulai diimplementasikan pada 4 Januari 2022 mendatang.
“Sampai saat ini saya belum melihat alasan yang kuat terkait wacana revisi Qanun LKS,” terangnya.
Disebutkannya, Qanun LKS merupakan produk hukum yang baru diberlakukan di Aceh setelah perjalanan yang cukup panjang saat proses penyusunannya sejak 2015 – 2018, sampai akhirnya lahirlah kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif dalam menetapkan qanun tersebut.
“Oleh karenanya Qanun LKS ini mari sama-sama kita kawal penerapannya sampai akhirnya di Aceh hanya ada Bank Syariah. Alhamdulillah hal ini direspon sangat baik oleh pihak perbankan di Aceh dengan mengubah semua bank konvensional menjadi bank syariah,” kata Zaenal Abidin.
Adapun isu yang terdengar dengan penerapan Qanun LKS adalah terkait dengan sistem, KUR, Bansos dan jaminan proyek, menurut Zaenal Abidin, ini semua telah dan sedang dilakukan oleh bank syariah di Aceh.
“Terkait pelayanan yang belum maksimal kita sudah menyampaikan dan meminta pihak bank syariah agar terus melakukan perbaikan secara maksimal,” jelasnya.
Sementara Anggota DPR Aceh dari Fraksi PKS, Nova Zahara juga menolak dengan tegas upaya revisi Qanun LKS yang saat ini mulai di dengungkan oleh berbagai pihak dengan alasan insfratruktur bank syariah yang belum baik dan lain sebagainya.
“Saya menolak tegas revisi Qanun Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) karena alasan kurang baiknya insfratruktur dan banyak pengusaha yang kesulitan. Semuanya kan bertransisi. Kalau tidak kita mulai sekarang, kapan lagi Aceh akan lepas dari sistem Ribawi”, kata Nova.
Nova yang juga Anggota DPR Aceh dari Dapil 7 (Langsa dan Aceh Tamiang) ini mengatakan bahwa harusnya yang diperbaiki infrastruktur lembaga keuangan yang saat ini beroperasi di Aceh.
“Ini kan karena saat ini terjadi migrasi besar-besaran dari BNI, BRI menjadi BNI-Syariah dan BRI-Syariah, terus secara mendadak pemerintah pusat memutuskan untuk menggabungkan dengan BSM menjadi BSI makanya agak ribet. Tapi saya yakin semuanya akan berangsur-angsur normal kembali,” tambah Nova.
Nova juga meminta Bank Syariah Indonesia (BSI), Bank Aceh Syariah dan semua lembaga keuangan yang saat ini beroperasi di Aceh untuk segera melakukan langkah-langkah strategis agar pelaksanaan Qanun LKS dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan.
“Ini peraturan daerah (qanun) yang pertama di Indonesia untuk regulasi syariah disebuah Provinsi. Daerah lain saja sudah banyak yang ingin melakukannya, kok malah kita ingin merevisi. Padahal baru akan dilaksanakan”, tegas Nova menutup pernyataannya. (IA)