Diskusi virtual yang dilaksanakan Ombudsman RI Perwakilan Aceh, membedah nasib UMKM di Aceh selama pandemi Covid-19.
Banda Aceh — Kondisi Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Aceh saat ini kian sekarat dan memprihatinkan akibat menurunnya pendapatan mereka secara drastis sebagaI dampak dari pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) selama beberapa bulan terakhir.
Hal itu terungkap pada diskusi virtual yang ketujuh, yang dilaksanakan oleh Ombudsman RI Perwakilan Aceh, membedah tentang nasib UMKM di Aceh selama pandemi Covid-19.
Diskusi tersebut menghadirkan pemateri antara lain Dr. Taqwaddin (Kepala Ombudsman Aceh), Dr. Wildan (Kadis Koperasi dan UKM Aceh). Dari akademisi menghadirkan Dr. Iskandarsyah Madjid (Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Unsyiah), Dr. Yusri (Dosen Fakultas Hukum Unsyiah). Sedangkan dari pelaku usaha diikuti Murthalamuddin (pelaku usaha bidang beton, PT BM Beton), serta Taufik, yang merupakan pimpinan Warkop Taufik Kupi.
Pada kesempatan tersebut, pimpinan Taufik Kupi ini menyebutkan, omsetnya menurun drastis selama pandemi Covid-19. Pendapatan menurun 70% dari biasanya.
“Selama pandemi, usaha kami menurun drastis. Pendapatan kami hilang 70% dari biasanya,” sebut Taufik, Jum’at (10/7).
Di sisi lain, Murthalamuddin yang merupakan putra Aceh, saat ini sedang menjalankan bisnisnya di Kota Medan juga menuturkan penurunan omset yang luar biasa. Dia berharap agar anggaran yang di-refocusing harus berpihak kepada pelaku UMKM.
“Kita berharap, agar dana refocusing dapat mendukung pelaku usaha. Supaya mereka tidak berhenti. Kita mendorong Plt. Gubernur Aceh untuk menampung produk UMKM lokal, dan dipasarkan juga pada pasar modern, seperti Alfamart dan Indomaret,” pinta Murthalamuddin.
Akademisi bidang ekonomi, Dr. Iskandarsyah Madjid menuturkan agar masyarakat menciptakan produk baru dari hasil kreatifitas. “Masyarakat harus menciptakan berbagai produk yang menyesuaikan dengan situasi. Harus kreatif, demi terciptanya pasar baru yang menyesuaikan dengan masa pandemi,” sebut Iskandar.
Begitu juga halnya dengan Dr. Yusri yang mengatakan perlunya perlindungan terhadap pelaku usaha. “Perlindungan pelaku UMKM berupa fasilitatif, konsultatif, dan promotif harus diberikan oleh pemerintah. Karena pelaku UMKM dijamin oleh Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang UMKM,” kata Yusri yang merupakan dosen senior Fakultas Hukum Unsyiah.
Kadis Koperasi dan UKM Aceh, Dr. Wildan, dalam paparannya mengatakan, pihaknya terus melakukan pemberdayaan kepada pelaku usaha selama pandemi Covid-19. Wildan mengakui masih banyak kekurangan, sehingga perlu kolaborasi bersama untuk memajukan usaha masyarakat.
“Pelaku UMKM ada yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi dan ada juga yang menjadi tanggung jawab pihak kabupaten/kota, kita selalu melakukan koordinasi untuk pemberdayaan,” sebutnya.
Mengakhiri diskusi tersebut, pihak Ombudsman RI Perwakilan Aceh selaku penyelenggara mengharapkan agar adanya pemberdayaan UMKM yang kreatif dan inovatif. Selain itu, Pemerintah Aceh juga harus membantu pelaku usaha dalam bidang produksi, promosi dan distribusi.
“Ada beberapa poin yang menjadi catatan solusi dari pertemuan ini, diantaranya perlu pemberdayaan UMKM yang kreatif dan inovatif. Mempermudah izin bagi pelaku usaha, dan skema pembiayaan secara khusus,” sebut Dr Taqwaddin.
“Selain itu, perlindungan hukum bagi pelaku usaha. Membantu produksi, promosi, serta distribusi hasil pelaku UMKM. Selanjutnya saling berkoordinasi dan bersinergi” pungkas Taqwaddin yang juga pernah aktif dalam dunia usaha. (IA)