Produksi CPO Berlimpah, Nilai Tambah Sawit Aceh Sangat Minim
Infoaceh.net, Banda Aceh – Nilai tambah dari industri hilir sawit di Aceh saat ini dinilai masih sangat minim. Untuk itu, Pemerintah Aceh telah menyiapkan lahan dan skema pembangunan pabrik mini CPO serta pabrik turunan seperti minyak goreng, terutama di Nagan Raya dan Subulussalam.
Dengan adanya pabrik, diharapkan stabilitas harga lebih terjaga, petani sejahtera, dan pusat pertumbuhan ekonomi baru muncul di daerah-daerah penghasil komoditi dimaksud.
Demikian disampaikan Asisten I Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Azwardi Abdullah mewakili Gubernur Aceh Muzakir Manaf saat memaparkan secara komprehensif potensi sektor agribisnis, peternakan dan kawasan industri dalam sebuah diskusi terbuka bersama PT Flora Agung di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Rabu (30/4/2025).
Pertemuan tersebut menjadi momentum awal penjajakan kerja sama investasi jangka panjang antara pemerintah dan sektor swasta.
Dalam paparannya Azwardi mengungkapkan apresiasi atas ketertarikan PT Flora Agung terhadap sektor strategis di Aceh dan membuka ruang kolaborasi untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah.
“Pertemuan ini menjadi bagian penting dari strategi kami dalam menjalin kemitraan dengan dunia usaha nasional. Kami percaya pembangunan Aceh yang inklusif hanya bisa dicapai melalui kolaborasi yang erat antara pemerintah dan sektor swasta,” ujar Azwardi didampingi Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi Keuangan dan Pembangunan Restu Andi Surya.
Azwardi menjelaskan, Aceh memiliki luas areal perkebunan mencapai 1,17 juta hektar dengan 22 komoditas unggulan.
Di antaranya kelapa sawit, kopi arabika dan robusta, karet, nilam, dan pala.
Komoditas kelapa sawit menjadi yang paling dominan, dengan produksi Crude Palm Oil (CPO) mencapai lebih dari 808 ribu ton pada 2023 dari 73 pabrik CPO yang tersebar di 12 kabupaten/kota.
Selain sawit, sektor peternakan juga menjadi perhatian serius. Dengan lahan penggembalaan dan hijauan pakan ternak seluas 8.725 hektar, Aceh memiliki potensi besar namun belum memiliki peternakan skala besar.
Peluang investasi terbuka di berbagai subsektor peternakan unggas berbasis kandang modern (closed house), penggemukan sapi, sapi perah, pembibitan ruminansia, hingga pabrik pakan ternak.
“Kami telah menyiapkan fasilitas seperti Pusat Kesehatan Hewan di setiap kabupaten serta 1.247 petugas kesehatan hewan dan 378 petugas inseminasi buatan. Pemerintah juga siap memfasilitasi lahan dan regulasi untuk investor,” jelas Azwardi.
Selain itu, lanjut Azwardi, Pemerintah Aceh juga mendorong pengembangan kawasan industri dan kawasan ekonomi khusus (KEK) seperti di Ladong, Nagan Raya, Calang, Langsa, dan Lhokseumawe.
Zona-zona ini difokuskan untuk sektor manufaktur, industri halal, agroindustri, dan logistik.
Pelabuhan-pelabuhan strategis seperti Malahayati, Krueng Geukueh, dan Calang disiapkan untuk mendukung rantai logistik ekspor-impor, termasuk distribusi hasil pertanian dan peternakan.
“Infrastruktur dasar terus kita siapkan. Pemerintah Aceh terbuka terhadap ide dan inisiatif swasta, dan siap memfasilitasi perizinan serta membangun kemitraan lokal,” kata Azwardi.