Punya Surat Tanah Girik? Segera Ubah Jadi SHM agar Aman Secara Hukum!
Infoaceh.net, Jakarta – Surat tanah girik dan Sertifikat Hak Milik (SHM) masih menjadi dua dokumen yang umum digunakan sebagai bukti penguasaan dan kepemilikan tanah di Indonesia. Namun, hanya SHM yang memberikan perlindungan hukum penuh dan pengakuan resmi dari negara.
Surat girik, yang sering diwariskan secara turun-temurun, merupakan bukti penguasaan tanah adat yang dikeluarkan oleh pejabat wilayah. Sayangnya, girik hanya membuktikan hak atas pengelolaan dan pembayaran pajak, bukan kepemilikan legal yang diakui secara sah oleh negara.
Sebaliknya, SHM adalah bukti kepemilikan tertinggi atas tanah yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dokumen ini memberikan kepastian hukum tanpa batas waktu dan sangat penting dalam transaksi jual beli atau sengketa hukum.
Girik Tidak Lagi Berlaku Mulai 2026
Berdasarkan Pasal 96 ayat (1) PP Nomor 18 Tahun 2021 jo. Pasal 76A Permen ATR/BPN Nomor 16 Tahun 2021, surat girik dinyatakan tidak berlaku lagi mulai 2 Februari 2026. Artinya, masyarakat hanya memiliki waktu hingga lima tahun dari 2021 untuk mengubah girik menjadi SHM.
Sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) dan PP No. 24 Tahun 1997, bukti kepemilikan tanah secara sah hanya dapat diterbitkan dalam bentuk sertifikat. Oleh karena itu, konversi dari girik ke SHM sangat dianjurkan untuk menghindari konflik atau kerugian hukum di kemudian hari.
Cara Mengubah Girik Jadi SHM
Mengutip Indonesia.go.id, berikut alur pengurusan perubahan surat girik menjadi Sertifikat Hak Milik:
1. Urus Dokumen di Kelurahan
Langkah awal adalah mendatangi kantor kelurahan untuk mengurus dokumen berikut:
-
Surat Keterangan Tidak Sengketa
-
Surat Riwayat Tanah
-
Surat Penguasaan Tanah Sporadik
Dokumen ini akan ditandatangani oleh lurah dan saksi seperti RT, RW, atau tokoh masyarakat.
2. Lanjutkan ke Kantor Pertanahan (BPN)
Setelah lengkap, lanjutkan proses ke kantor BPN:
-
Ajukan permohonan sertifikat dengan melampirkan dokumen dari kelurahan, KTP, KK, PBB, dan persyaratan lainnya.
-
Petugas BPN akan melakukan pengukuran lahan.
-
Hasil ukur disahkan dan diteliti oleh tim gabungan BPN dan kelurahan.
-
Data akan diumumkan selama 60 hari untuk memberi kesempatan jika ada keberatan dari pihak lain.
-
Jika tak ada sanggahan, BPN akan mengeluarkan Surat Keputusan (SK) hak atas tanah.
-
Pemohon membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
-
Sertifikat SHM kemudian diterbitkan oleh BPN dan bisa diambil dalam waktu sekitar 6 bulan.
Biaya dan Lama Proses
Biaya pengurusan bisa bervariasi tergantung lokasi dan luas tanah. Semakin strategis dan luas tanahnya, semakin besar pula biaya yang dibutuhkan. Waktu pengurusan juga bergantung pada kelengkapan dokumen dan kondisi administrasi.