Air, HP, dan Uang Dolar: Akhir Cerita Sang Sekjen
Jakarta, Infoaceh.net – Hari penentuan nasib Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, akhirnya tiba.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dijadwalkan membacakan tuntutan terhadap Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025), dalam perkara skandal suap pergantian anggota DPR dan perintangan penyidikan Harun Masiku.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Moch Takdir Suhan memastikan, seluruh rangkaian fakta persidangan—baik yang meringankan maupun memberatkan—akan dirumuskan dalam surat tuntutan yang akan dibacakan hari ini.
“Seluruh fakta hukum selama persidangan terdakwa Hasto Kristiyanto akan kami rangkum dalam pembacaan surat tuntutan hari ini,” tegas Jaksa Takdir.
Publik pun menanti, apakah ini menjadi akhir karier politik salah satu tokoh sentral PDIP, atau justru membuka babak baru tarik-menarik kekuasaan di tubuh elite banteng.
Dakwaan terhadap Hasto tidak main-main. Ia dituduh secara aktif menghalangi penyidikan terhadap Harun Masiku—buronan yang hingga kini belum tersentuh. Dalam dakwaan, Hasto disebut memerintahkan Harun melalui Nurhasan agar merendam ponselnya ke dalam air setelah OTT terhadap Wahyu Setiawan (mantan Komisioner KPU).
Tak berhenti di situ, Hasto juga diduga menyuruh stafnya, Kusnadi, untuk menenggelamkan HP demi menggagalkan penyitaan oleh penyidik KPK dalam pemeriksaan 10 Juni 2024. Aksi ini dinilai sebagai upaya sistematis menghilangkan barang bukti penting dalam kasus Harun Masiku.
Atas perbuatannya itu, Hasto dijerat Pasal 21 UU Tipikor tentang perintangan penyidikan, dengan ancaman pidana yang tidak ringan.
Namun yang lebih mengejutkan, Hasto juga terseret dalam skema suap politik berdurasi panjang. Bersama Harun Masiku, Donny Tri Istiqomah, dan Saeful Bahri, Hasto diduga menyuap Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta (57.350 dolar Singapura), agar mengganti calon anggota DPR dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku.
Modusnya: mengatur pergantian antar waktu (PAW) di Fraksi PDIP—yang sebenarnya sudah ditolak KPU. Praktik ini disebut-sebut bagian dari “proyek besar” untuk menjaga dominasi internal PDIP di parlemen.
Untuk skandal suap ini, Hasto dikenakan dua alternatif dakwaan:
-
Pasal 5 Ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP
-
atau Pasal 13 UU Tipikor jo pasal yang sama.
Selama persidangan, tim hukum Hasto berupaya keras membantah dakwaan. Sejumlah ahli dibawa untuk membela Hasto, termasuk akademisi UI Cecep Hidayat, pakar hukum pidana Chairul Huda, Mahrus Ali dari Unwahas, hingga mantan Hakim MK Maruarar Siahaan.
Namun KPK juga tak tinggal diam. Belasan saksi dan ahli yang memberatkan dihadirkan. Sebagian besar membongkar keterlibatan aktif Hasto dalam komunikasi, arahan, dan strategi menyelamatkan Harun Masiku.
Kini, benteng hukum dan politik Hasto tengah diuji. Apakah hari ini menjadi awal dari robohnya sekat kekuasaan yang selama ini melindungi Harun Masiku?
PDIP belum mengeluarkan pernyataan resmi atas tuntutan ini. Sejumlah kader memilih bungkam. Namun di luar sidang, tekanan publik terus menguat, menuntut kejelasan keberadaan Harun Masiku dan keterlibatan elite partai.
Dengan pembacaan tuntutan hari ini, Hasto menghadapi dua ancaman sekaligus: jerat hukum dan runtuhnya legitimasi politik. KPK menyebut Hasto sebagai aktor penting yang menutup akses ke Harun Masiku.
Bila terbukti, ini bukan sekadar kasus suap—melainkan konspirasi tingkat tinggi yang melibatkan struktur partai.
Semua mata kini tertuju ke Pengadilan Tipikor. Apakah KPK berani menembus benteng terakhir kekuasaan partai? Atau justru kembali kandas oleh tekanan politik?