Dirut Sritex Bawa Koper ke Kejagung, Diperiksa Kasus Kredit Macet Rp692 Miliar
Infoaceh.net — Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex), Iwan Kurniawan Lukminto, hadir memenuhi panggilan Kejaksaan Agung dalam rangka pemeriksaan lanjutan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit perbankan kepada PT Sritex.
Pantauan di lokasi menunjukkan Iwan tiba di Gedung Kejagung sekitar pukul 09.30 WIB dengan mengenakan batik cokelat dan membawa sebuah koper.
Ini merupakan pemeriksaan kedua Iwan dalam kasus yang disebut merugikan negara hingga Rp692 miliar. Saat ditanya wartawan, Iwan mengaku membawa dokumen yang diminta penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus). “Saya memenuhi panggilan saja.
(Bawa) dokumen yang diminta masih terkait dengan perkara,” ujar Iwan, Selasa (10/6).
Terkait pencekalan dirinya yang diajukan Kejagung kepada Direktorat Jenderal Imigrasi, Iwan mengaku tidak keberatan dan siap mengikuti seluruh proses hukum. “Gapapa. Ini kan untuk mempercepat ya, saya jalani saja. Saya enggak ada masalah,” katanya singkat.
Sebelumnya, Iwan telah diperiksa pada Senin (2/6). Pemeriksaan saat itu fokus pada mekanisme pengajuan kredit yang dilakukan PT Sritex kepada perbankan.
Kejagung telah mengajukan surat pencekalan kepada Imigrasi sejak 19 Mei 2025 yang berlaku selama enam bulan, demi mencegah Iwan kabur ke luar negeri.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan penyidikan terus didalami untuk mengurai konstruksi korupsi dalam pemberian fasilitas kredit tersebut.
Sejauh ini, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah eks Dirut PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto; Direktur Utama Bank DKI periode 2020, Zainuddin Mappa; dan Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB tahun 2020, Dicky Syahbandinata.
Direktur Penyidikan Jampidsus Abdul Qohar menyatakan bahwa total kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp692 miliar. Jumlah tersebut setara dengan besaran kredit dari Bank DKI dan Bank BJB yang seharusnya digunakan sebagai modal kerja.
Namun, lanjut Qohar, dana kredit tersebut justru disalahgunakan. “Tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya, yaitu untuk modal kerja, tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif,” bebernya.
Pemeriksaan masih berlanjut dan terbuka kemungkinan adanya tersangka baru. Kejagung berkomitmen menuntaskan kasus ini hingga ke akar-akarnya, termasuk menelusuri aliran dana yang diduga kuat diputar di luar kegiatan operasional perusahaan.