TAKENGON — Bendahara Dinas Syariat Islam dan Pendidikan Dayah Kabupaten Aceh Tengah HH (41) diduga telah melakukan penggelapan ratusan juta Uang Persediaan (UP) dinas tersebut pada tahun 2020.
Guna mempertanggungjawabkan perbuatannya, HH kini harus berurusan dan berhadapan dengan hukum karena tidak bisa mengembalikan uang yang digelapkan tersebut.
Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tengah telah melakukan penahanan terhadap HH pada Rabu (26/10/2022).
“Saat ini, HH telah dilakukan penahanan di Rutan Kelas II B Takengon selama 20 hari ke depan.
HH diduga telah melakukan tindak pidana korupsi terhadap Uang Persediaan (UP) tahun anggaran 2020 senilai Rp 283 juta,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Aceh Tengah Yovandi Yazid SH melalui Kasi Pidsus Zainul Arifin SH, Rabu (26/10).
HH sebelumnya menjabat sebagai bendahara di Dinas Syariat Islam pada Januari 2020 dan ketahuan melakukan penggelapan dana UP.
Dari UP sebesar Rp600 juta, HH menggunakan uang tersebut sebesar Rp 238.760.000 untuk membayar utang dan keperluan pribadi lainnya.
Atas perbuatannya, HH dijerat dengan Pasal 8 Jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dengan ancaman minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Kasus penggelapan dan korupsi tersebut kini tengah dilakukan penyelidikan oleh Kejaksaan Negeri Aceh Tengah.
Sejak tahun 2020, HH telah tiga kali diingatkan oleh Kepala Dinas Mustafa Kamal, namun tersangka masih tetap belum bisa mengembalikan uang persediaan dinas yang telah digunakannya.
Kasi Pidsus KejariAcehTengah Zainul Arifin mengatakan, HH melakukan aksi penggelapan uang dinas itu sendirian, ia tidak melibatkan orang lain. Dari pengakuannya, HH menghabiskan uang tersebut untuk kepentingan pribadinya.
“Awalnya Kabid di dinas tersebut melakukan dinas luar saat itu, untuk perjalanan dinas hanya diberikan Rp 1 juta. Lalu kabid melapor ke kadis, biasanya, kabid ini menerima dua jutaan, namun yang diterima hanya satu juta untuk tiga hari,” kata Zainul Arifin
Setelah ada pengaduan tersebut kemudian tersangka (bendahara DSI) dipanggil oleh kadis untuk menjelaskan perihal tersebut. Namun pengakuannya, uang tersebut telah habis dipakai HH. Setelah ketahuan secara kooperatif, tersangka tidak ada niat untuk mengembalikan.
Total UP dinas dilaporkan berjumlah Rp 600 juta, tersangka telah mengembalikan uang tersebut ke dinas senilai Rp 361 juta. Sedangkan sisanya diduga digelapkan HH.
“Uang tersebut disimpan di rumah, tidak disimpan di brankas kantor, uang tersebut diambil tanpa sepengetahuan kadis. Uang UP bulan Februari ini digunakan di bulan Maret 2020,” kata Zainul.
Kadis juga telah memberi perintah ke HH untuk membuat surat pernyataan untuk mengembalikan uang tersebut, bahkan diberi tempo. Surat teguran dan dikeluarkan sebanyak tiga kali bulan November 2020.
Kadis khawatir kejadian tahun 2019 lalu kembali terulang karena HH tidak ada niat mengembalikan, lalu kadis melaporkan kejadian tersebut ke Kejaksaan.
Mustafa Kamal melaporkan kejadian tersebut kepada Kejaksaan tiga bulan lalu. UP yang dicairkan HH ini telah diangsur dua tahap pada Januari 2020.
Dari pencairan uang Rp 600 juta, dipakai setengah untuk membayar utang, untuk arisan, bahkan untuk membayar Pinjaman Online (Pinjol). (IA)